Senin, 15 Agustus 2011

Kisah Seorang Fans #cerpen

Aku merupakan salah satu sosok dari puluhan ribu orang yang menganggumi CAKKA KAWEKAS NURAGA. Namun aku tak seberuntung lainnya. Yang pernah ketemu Cakka ataupun bersanda gurau dengannya. Aku cuma bisa melihatnya dari Tv maupun Twitter dan Facebooknya. Aku tinggal jauh dipelosok desa. Yang mungkin saja tak satupun ada orang yang mengetahui tempat tinggalku ini.
***
"Kapan yah aku bisa ketemu Cakka?" Renungku disore hari didekat tepi bukit. Angin sangat sejuk sore itu.
"Kapan aja bisa kok." Ucap seseorang dibelakangku yang tiba-tiba saja datang. Dia lalu duduk disampingku. Aku cukup mengenalnya. Dia Alvin. Sahabatku. Walaupun aku seorang perempuan. Tapi sahabatku kebanyakan laki-laki.
"Tapi kapan ??" Tanyaku padanya.
"Suatu saat nanti :)" Jawabnya.
"Aku ingin bertemu dengannya sebelum semuanya berakhir." Ucapku dengan tatapan kosong.
"Berakhir ?? Maksud mu ?? Jangan berpikiran yang enggak-enggak." Ucapnya. Mungkin dia tak merasa nyaman dengan ucapanku.
"Iya. Iya." Ucapku seadanya. Alvin cuma tersenyum simpul.
"Ayok pulang. Nanti penyakitmu kambuh terlalu banyak kena angin." Ucap Alvin perhatian denganku. Aku cuma mengangguk dan tersenyum. Sahabat-sahabatku mengetahui aku sudah tergila-gila dengan sosok CAKKA KAWEKAS NURAGA. Dimana saja kutulis namanya. Dikotak pensil, dibuku tulis, dibuku harian. Semuanya penuh dengan namanya. Tapi apakah dia tau ada seorang fans seperti ku?
***
@My Bedroom

Aku segera duduk lalu membuka laptopku. Walaupun didaerah pedesaan. Namun jaringan disini cukup bagus. Ku buka Twitterku dan kulihat Cakka juga online twitter waktu itu.
"Yess. Cakka online." Ucapku girang. Langsung saja ku kirim mentions pada Cakka.

@LolipopCLuverS: @cakkaNRG Cakka.. Ayolah balas mention ku :)

Beberapa lamanya ku tunggu. Mentions ku tak kunjung dibalas oleh Cakka. Yang dibalas cuma anak-anak CLs lainnya. Akupun mengirimkan mentions lagi.

@LolipopCLuverS: @cakkaNRG Yah cakka. Mention ku dikacangin :( kok yang lain dibalas sedangkan aku enggak?
........
@LolipopCLuverS: @cakkaNRG ayolah Cakka. Aku ingin dapat ucapan dari kamu. Untuk menyemangati hidupku yang tak berapa lama lagi :(

Dan ini yang terakhir kalinya aku mentions Cakka hari ini. Sudah 100mentions yang ku kirim. Namun tak kunjung dibalas. Sedih memang. Aku sebenarnya iri sama CLs yang lain. Yang dibalas mentionnya, yang bisa bertemu tiap hari dan bersanda gurau dengannya. Rasanya aku ingin pindah kesekolahan Cakka. Ingin rasanya aku menangis. Ku lihat MARIO STEVANO ADITYA HALING juga online. Aku coba-coba memention dengannya. Dan ternyata dibalas. Tapi aku tak senang dengan hal itu. Karena dia bukan idolaku.

"Andai Cakka kayak Rio." Lirihku. Aku lalu mematikan laptopku. Entah mengapa aku sekarang merasa capek. Dan aku pun tertidur pulas.
***
@Sekolah

Aku berjalan dikoridor sekolahku sambil menenteng tas yang berisi laptopku. Memang, sekolahku tak melarang siswa-siswinya bagi yang membawa laptop,handphone, atau yang lainnya. Kecuali senjata tajam dan majalah porno.

"Hooiii!!"
"Maling ayam nepuk gue." Latah ku saat ada yang memegang pundakku. Ternyata yang memegang pundakku adalah Alvin.
"Maling ayam? Masa maling ayam cakep gini?" Ucapnya bernarsis ria. Aku cuma geleng-geleng kepala melihat salah satu sahabatku ini.
"Iya cakep. Diantara ayam-ayam." Ucapku lalu berjalan menuju kelasku meninggalkan Alvin.
"Hey. Tunggu!!" Teriaknya lalu menyusulku. Namun Alvin pergi ke kelasnya sendiri.

@Kelas

Dikelas masih cukup sepi. Memang, ini masih terlalu pagi. Baru jam 06.00. Daripada aku merenung tak jelas. Mending aku mendownload fhoto-fhoto Cakka. Aku segera membuka laptopku. Lalu jari-jari kecilku mengetikkan sebuah kata 'Cakka ganteng' di layar laptopku disebuah kolom kecil dipencarian google. Lalu tak berapa lama muncullah fhoto-fhoto Cakka yang mungkin bisa dibilang cukup keren.
"Cakka lagi. Cakka lagi." Ucap seseorang tiba-tiba. Aku cuma cengengesan.
"Emangnya kenapa ?? Gak boleh ??" Tanyaku tetap fokus pada layar laptop.
"Boleh. Tapi jangan sampai memikirkan pengen ketemu dia kamu jadi Drop." Ucapnya. Aku cuma mengangguk.
"Iya. Iya. Tumben gak sama Pacarmu." Ucapku pada Sivia. Yups. Sahabatku yang perempuan.
"Pacar ?? Maksudmu Alvin ??" Tanyanya lalu duduk disampingku.
"Iyyaa. Siapa lagi. Masa Udin sedunia. Emang pacarmu ada berapa?" Ucap dan tanyaku.
"Au ah." Ucapnya. Aku cuma geleng-geleng kepala dan masih saja mendownload fhoto Cakka.
"Selesaii." Ucapku lalu mematikan laptopku.
"Berapa Fhoto yang kamu download??" Tanya Sivia.
"Dikit doang kok." Jawabku.
"Tumben dikit. Berapa ??"
"Cuma 200 Fhoto doang." Jawabku seadanya. Mata Sivia melotot.
"Gila. 200 ?? Kamu bilang dikit. Astaga." Kagetnya. Aku cuma cengir-cengir doang.
"Jadi sekarang ada berapa Fhoto Cakka dilaptop kamu??" Tanya Tania.
"500 fhoto. Udah ah. Kamu nanya mulu." Ucapku. Sivia cuma bisa geleng-geleng kepala.
***
@Rumah

"Capek." Ucapku lalu duduk disofa diruang tamu. Mamah tiba-tiba datang dari arah dapur. Ada cairan yang mengalir dari hidungku.
"Sayang. Hidung kamu berdarah lagi." Panik mamaku.
"Udah ah,Ma. Udah biasa. Jadi mamah gak perlu panik." Ucapku tenang. Aku sudah tidak panik ketika melihat darah keluar dari hidungku. Itu menurutku sudah biasa. Sudah 7 tahun aku menjalani penyakit seperti ini.
"Tapi sayang..." Ucap mamaku yang masih saja khawatir.
"Gak papa kok,Ma. Aku mau ke kamar dulu yah." Ucapku lalu menuju kamar.

@My bedroom

"Capek aku berpenyakitan seperti ini." Lirihku. Tanpa diminta terukir butiran-butiran kecil yang keluar dari kelopak mataku.
"Jangan nangis. Aku gakmau nangis. Kan ada penyemangat hidupku." Ucapku sambil menghapus air mata dan melihat fhoto Cakka yang terpampang sangat besar didalam kamarku. Tiba-tiba kepalaku rasanya sakit dan pandangan hitam seketika. Aku tak sadarkan diri.
***
Aku menjalani rawat jalan alias cuma dirawat dirumah namun infus masih menempel ditanganku. Aku sudah terbiasa dengan keadaan seperti ini. Ingin aku mengakhirinya semua dengan membunuh diriku sendiri. Apa itu dosa? Ya. Itu dosa. Dosa sangat besar. Dan Tuhan tidak suka ada umatnya yang mengakhiri kehidupan dirinya sendiri. Dan aku tau itu adalah hal yang bodoh jika dilakukan. Sudah 3 jam aku tak sadarkan diri.
"Hiks.. Hiks" Terdengar suara orang menangis. Entah itu siapa. Aku tak tau. Aku mencoba perlahan mataku.
"Kamu sudah sadar,Sayang??" Ucap mamaku. Yup, orang yang menangis tadi ternyata adalah mamaku. Aku tersenyum lalu mengangguk.
"Kamu sudah 3 jam sayang pingsan." Ucap mamaku. Aku sedikit kaget namun mencoba bersikap biasa kembali.
"Sudah biasa!" Ucapku tersenyum. Senyum kepiluan.
"Yasudah. Mama tinggal dulu ya sayang." Aku mengangguk.
***
@Sekolah

Aku sudah merasa baikan. Dan hari ini berniat untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar kembali.
"Hey. Kenapa sekolah? Bukannya masih sakit?" Tanya seseorang. Aku tersenyum.
"Udah mendingan kok." Jawabku.
"Aku temenin ke kelas ya." Tawarnya. Aku mengangguk. Sesampainya di kelas.
"Wajahmu pucat!" Ucapnya.
"Gakpapa kok,Vin. Kamu ke kelas aja. Aku gak papa kok." Ucapku. Orang itu sahabatku. Yaitu Alvin. Alvin mengangguk. Baru saja Alvin melangkahkan kakinya. Pandanganku buram dan aku..

Brukk..

Aku terjatuh. Semua jadi gelap. Dan aku merasa ada seseorang yang membopongku entah kemana.
***
@Rumah Sakit

Sudah lama aku koma setelah saat itu pingsan. Aku juga gak tau berapa lama aku koma. Dan sekarang aku coba untuk membuka mataku.
"Kamu sadar sayang ??" Ucap mamaku girang. Aku cuma bisa tersenyum.
"Mah.." Panggilku.
"Iya sayang ??" Respon mamahku.
"Aku ingin ketemu Cakka sebelum semuanya berakhir." Lirihku. Suara ku hampir tak terdengar.
"Cakka ??"
"Iya mah. Mamah mau kan?" Ucapku. Mamahku mengangguk.
"Iya sayang. Mamah akan lakukan semua yang kamu minta." Ucap mama ku dengan butiran air mata yang keluar dari kelopak matanya. Aku mencoba ingin menghapusnya. Namun tanganku tak bisa ku gerakkan. Lemah. Sangat lemah aku sekarang.
"Berapa lama aku koma ??" Tanyaku lirih.
"Hampir satu bulan sayang." Jawab mamahku.
Hampir satu bulan? Ya Tuhan. Lama sekali aku koma.
"Ohh. Kapan mamah mau mendatangkan Cakka?" Tanyaku lagi.
"Hari ini mamah akan menelepon teman mama sayang." Jawab mamaku. Aku cuma tersenyum. Akupun memejamkan mataku.
***
"Pak. Bisa bantu saya ??"
"Iya bu. Ada apa ??"
"Anak saya ingin bertemu artis yang bernama Cakka. Apa Bapak bisa mengaturnya??"
"Bisa bu. Sangat bisa itu."
"Kalau bisa secepatnya ya,Pa."
"Iya bu."
"Terima kasih."
***
Sinar matahari memaksa menerobos masuk ke dalam ruangan rumah sakit dimana aku dirawat. Sudah hampir 1 bulan aku dirawat disini. Bosan, itu yang aku rasakan. Entah mengapa aku merasa umurku udah tidak lama lagi.
"Hallooooooo..." Teriak seseorang saat memasuki kamar inapku. Ternyata dia Alvin bersama Pacarnya,Sivia.
"Udah sembuh ??" Tanya Sivia lembut. Aku menggeleng.
"Kayaknya aku gak bakalan sembuh." lirihku.
"Kamu gak boleh kayak gitu. Mana kamu yang dulu ceria." Ucap Alvin. Aku cuma tersenyum.
"Makasih yah udah datang. Tadi aku ngerasa sepi banget disini. Mana mama lagi ngurus kedatangan Cakka kesini. Hehe." Ucapku. Sivia dan Alvin melotot.
"Cakka ??" Ucap mereka serempak.
"Iya. Kenapa ??"
"Gak papa." Ucap mereka serempak lagi.
Sivia dan Alvin memang sahabatku yang sangat perhatian. Aku merasa senang karena bisa kenal mereka. Namun aku bersama mereka mungkin tidak lama lagi. Tiba-tiba nafasku terasa sesak. Sivia dan Alvin panik. Aku gak tau sekarang. Apakah mungkin sekarang Nyawaku akan dicabut?
***
"Ma.. Ma..." Ucapku terbata-bata. Menahan rasa sakit yang luar biasa sakitnya ini. Ku lihat Sivia menangis dipelukan Alvin.
"Iya sayang ??" Jawab mamaku dengan bercucuran air mata.
"Ma.. Na.. Cakk..a ma..h? Ak..u ra..s.a h.idup..ku ud..ah.. Ga..k lama.. Lagi." Ucapku yang masih saja tetap terbata-bata.
"Kamu jangan ngomong gitu." Teriak Sivia diiringi isakannya. Aku berusaha untuk tersenyum. Namun tetap saja mukaku yang pucat tak tertutupi.
"Bentar lagi sayang. Kamu harus kuat." Ucap mamaku. Air mata tak berhenti mengalir dari matanya.
"Akk..uu.. S..aya..ang ma..mahh.. T..ollonng.. Sammpai..kan sala..mku.. Un..tuk Cakka.. Da..an aku sa..y..ang ka..lliiann.." Ucapku terakhir kalinya dan akupun telah menutup mata dipanggil sang kuasa. Mamahku menangis sejadi-jadinya. Alvin dan Sivia pun ikut menangis. Sivia sempat pingsan saat aku telah tiada. Tiba-tiba ada seseorang datang. Dia terpaku saat melihat aku tlah diselimuti dengan wajah yang sangat pucat dan ditangisi. Dia adalah Cakka. Pangeran yang selama ini aku puja-puja.
"Mana Dia tante??" Tanya Cakka pada Mamahku yang seolah-oleh tidak percaya apa yang dilihatnya.
"Ini dia.." Tunjuk mamahku pada diriku yang telah ditutupi oleh selimut. Cakka menjatuhkan barang yang ditangannya yang sebenarnya untuk ku. Namun dia terlambat. Tiba-tiba saja Sivia menarik tangan Cakka dan membawanya ke suatu tempat.
"Ngapain kamu bawa aku kesini??" Tanya Cakka pada Sivia.
"Coba lihat." Ucap Tania menunjuk sebuah pohon. Cakka terperangah melihatnya. Pohon yang cukup besar itu sangat banyak namanya tertulis disana.
"Siapa yang menulis itu semua??" Tanya Cakka.
"Orang yang kamu lihat tlah terbaring tanpa nyawa dirumah sakit itu yang menulisnya." Jawab Sivia lalu menangis disana. Dipinggir bukit dimana aku sering kesana. Tak terasa air mata Cakka jatuh menetes. Sivia pun menarik Cakka lagi. Dia membawa Cakka kekamarku.
"Coba lihat." Ucap Sivia saat dia membawa Cakka kekamarku. Cakka terperangah melihat Hampir semua tembok kamarku terpampang Fhotonya.
"Bukan cuma itu. Coba kamu lihat ini." Ucap Sivia lalu membuka laptopku yang berisi 500 Fhoto Cakka.
"Dan kamu pernah liat orang yang beratus-ratus kali mementionmu di twitter namanya @LolipopCLuverS ?" Tanya Sivia. Cakka mengangguk.
"Itu dia. Dan kamu tak satupun pernah membalas mentionya. KAMU JAHAT." Emosi Sivia.
"Maaf. Aku tidak tau. Saat ada mention nya yang berisi tentang hidupnya yang tak lama lagi. Kiraku itu cuma bohongan." Jujur Cakka. Sivia cuma geleng-geleng kepala.
***

Berakhirlah sudah kehidupanku. Berakhir juga sudah cintaku kepada Cakka. Aku hanya seorang Fans yang tidak beruntung. Bertemu Cakka saat kondisi ku sudah tidak ada lagi di dunia.

Untuk Selamanya #Cerpen

Hmmm...
Udah lama gue ninggalin Indonesia. Ninggalin tanah kelahiran gue. Ninggalin orang yang gue cinta disana. Walaupun sudah sekian lama gue ninggalin dia. Sudah 10 tahun lamanya. Rasa ini tetap ada untuknya. Rasa cinta yang mendalam. Dan saat ini. Gue berpijak lagi di Indonesia. Yup. Gue kembali. Gue kembali ke Indonesia buat menemui dia. Dia orang yang gue sayang. Cinta pertama gue.

''Hmmm!! Gak ada yang jemput gue!!'' Ucap gue saat telah tiba di Bandara. Walaupun telah lama tinggal di Jerman. Gue masih Fasih bahasa tanah kelahiran. Gue lihat dari tempat yang lumayan jauh, ada yang ngelambai-lambaikan tangannya ke gue. Gue menyipitkan mata. Gue kenal orang itu. Gue tersenyum dan langsung menghampirinya.
''Hey. Miss youu!!'' Ucap gue lalu memeluk dia. Sahabat gue.
''Gue juga kangen sama Lo. Idih, Tambah cantik aja.'' Ucapnya lalu melepaskan pelukan. Gue cuma tersenyum.
''Pulang yuk. Laper!!'' Rengek gue kayak anak kecil. Sahabat gue mengangguk. Hmm.

^,^

''Sampaaaiii!!'' Teriaknya saat telah berada dirumah.
''Hey. Rumah Lo gak berubah yah. Salut gue!!'' Ucap gue saat melihat gaya rumahnya. Gaya yang mungkin sama dengan gaya waktu 10 tahun lalu.
''Iya dong. Jadi makan gak nih?? Tapi sebelumnya Lo ganti baju dulu yah.'' Ucapnya. Gue mengangguk. Dia segera nganterin gue ke kamar baru gue.

^,^

''Gimana kabar orang tua Lo??'' Tanya sahabat gue.
''Baik-baik aja kok. Kalau orang tua lo??'' Jawab dan tanya balik gue.
''Syukur deh. Sama. Orang tua gue baik juga.'' Jawabnya.
''Gue kayaknya gak netap disini deh.'' Ucap gue.
''Loh?? Kenapa??'' Tanyanya sambil melahap sisa nasi dipiringnya. Gue tersenyum.
''Gue masih ada sisa beberapa semester disana. Gue kesini cuma mau nengok orang yang gue sayang.'' Jawab gue seadanya. Dia mengerutkan keningnya.
''Orang yang Lo sayang?? Maksudnya Ray??'' Tanyanya lagi. Gue mengangguk mantap.
''Jadi Lo kesini cuma mau nengokin rambut gondrong lo itu??'' Tanya sahabat gue. Gue mengangguk mantap.
''Yasudahlah. Habisin makanan lo. Habis ini kita jalan-jalan yah.'' Ucapnya. Gue hanya bisa mengangguk lagi.

^,^

''Seger banget udaranya.'' Ucap gue saat jalan-jalan di pinggir bukit.
''Hehe. Iya dong. Kan masih Asri daerah sini. dan juga jarang ada orang yang tau.'' Ucap sahabat gue lalu merebahkan dirinya dipinggir bukit itu sambil menatap indahnya pemandangan matahari tenggelam. Gue pun duduk di samping sahabat gue. Gue mengambil Hp dari kantong dan mengirimkan message ke seseorang.

To : GoCap ku :*

Rayy. Aku lagi ada di Indonesia.

Gue mengirim message tersebut ke Ray. Orang yang gue cinta selama ini. Tiba-tiba Hp gue bergetar.

From : GoCap ku :*

Hah?? Masa?? Kamu dimana,Yang??

Yang?? Sayang. Aaaa. Bahagia hati gue saat Ray manggil gue dengan sebutan 'Yang'.

To : GoCap ku :*

Aku lagi ada dipinggir bukit. Besok kita ketemuan yah. Aku kangen :*

From : GoCap ku :*

Ohh. Iya sayang. Aku juga kangen kamu :)
Nanti aku jemput.
Love you.

To : GoCap ku :*

Love You Too .

''Eh. Neng. Ngapain Lo senyum-senyum sendiri??'' Tanya Sahabat gue.
''Lagi smsan sama Ray.'' Jawab gue seadanya. Sahabat gue membulatkan mulutnya.
''Achaa. Pulang yuk. Udah hampir malam nih.'' Ucap gue ke sahabat - Acha - gue. Acha mengangguk. Gue dan Acha pun segera menuju mobil untuk pulang. Diperjalanan, gue melihat seseorang yang familiar bagi gue wajahnya. Siapa ya? Ah. Gue hampir gak ingat. Ray. Iya itu Ray. Tapi kenapa dengan seorang cewek? Apa dia selingkuh?
''Acha. Itu Ray kan ??'' Tanya gue ke Acha yang sedang fokus menyetir mobil. Acha melihat ke arah tangan gue menunjuk.
''Iya. Sama adiknya.'' Jawab Acha. Adiknya? Kapan Ray punya adik?
''Kapan dia punya adik,Cha?? Perasaan dia anak tunggal.'' Ucap gue yang masih 'rada-rada gak percaya' . Acha menoleh kearah gue.
''Lo belum tau ?? Papa nya Ray menikah lagi . Dan itu adik tirinya . Dan denger-denger . Adik tirinya itu suka sama Ray . '' Ucap Acha.
''Suka sama Ray ??'' Tanya gue. Acha mengangguk.
''Tapi Lo gak usah khawatir. Ray setia kok sama Lo. Dia selama 10 tahun ini, nanyain kabar lo terus ke gue.'' Jawab Acha yang membuat gue semakin lega. Gue mengambil Hp dari kantong baju gue.

To : GoCap ku :*

Ray. Kamu dimana ??

From : GoCap ku :*

Lagi ditoko buku,Sayang. Kenapa ??

To : GoCap ku :*

Sama siapa ??

From : GoCap ku :*

Sama adik tiri aku . Namanya Keke . Oiya, sorry ya,Yang. Aku gak ada bilang ke kamu saat papa ku menikah lagi :)

To : GoCap ku :*

Ohh. Iya gak papa. Yang penting kamu udah jujur sama aku :)

From : GoCap ku :*

Makasih sayang kamu udah mau ngerti :)

Gue akhirnya lega. Ternyata Ray itu cowok yang jujur. Gak salah gue buat cinta sama dia :)

''Neng. Wooy neng. Jangan melamun aja Lo. Udah sampe nih.'' Ucap Acha. Gue tersadar dari lamunan gue.
''Ohhehe. Iya. Iya.'' Gue segera turun dari mobil dan segera masuk ke rumah Acha.

^,^

Gue berdiri di balkon kamar rumah Acha. Melihat bintang-bintang berkerlap-kerlip berlomba-lomba memamerkan cahaya indah mereka. Gue lihat ada bintang jatuh disana. Kata orang-orang. Saat bintang jatuh dan kita meminta permintaan pasti dikabulkan. Gue mencobanya. Gue menutup mata gue.

''Semoga cinta gue sama Ray kekal selamanya.'' Batin gue berdoa. Gue membuka mata dan segera masuk ke dalam kamar. Tiba-tiba Hp gue berdering.

''Ray.'' Ucap gue saat melihat nama yang tertera di layar Hp gue. Gue segera mengangkatnya.

Gue : ''Halo,Ray.''
Ray : ''Halo juga sayang :)''
Gue : ''Alah. Gombal kamu. Ada apa ??''
Ray : ''Cuma kangen. Mau bicara sama kamu. Gak boleh yah :(''
Gue : ''Boleh kok. Lagian aku juga kangen sama kamu :)''
Ray : ''Ciie. Kangen sama orang cakep.''
Gue : ''Idih. PD kamu.''
Ray : ''PD,PD gini kamu suka kan :p''
Gue : ''Iya Gocapkuu.''
Ray : ''Lagi apa ??''
Gue : ''Lagi jualan sate. Ya lagi telponan sama kamu lah.''
Ray : ''Ohh. Iyayah. Hehe''
Gue : ''Ray.''
Ray : ''Ya.''
Gue : ''Kamu masih cinta sama aku?? Kamu tetap kuat kan menunggu aku??''
Ray : ''Iya sayang. Aku cinta sama kamu dan cintaku takkan pernah berubah.''
Gue : ''Thx Ray..''
Ray : ''Iya. Jangan nangis yah. Sekarang kamu tidur. Good Night. Love you.''
Gue : ''Love you,too.''

Gue pun mencoba memejamkan mata dan segera terlelap dalam mimpi indah.

^,^

''Hoaaaammsss!!'' Ucap gue saat terbangun dari tidur dan mencoba merenggangkan otot-otot gue. Gue segera bangun dan membuka jendela. Gue kaget sekaligus senang saat melihat apa yang berada diluar jendela gue. Sekelompok balon yang sangat banyak membawa tulisan dengan kata 'I LOVE YOU. WE ARE TOGETHER FOREVER' dan gue melihat Ray tersenyum dari bawah sana. Gue segera masuk dan mengambil handuk untuk mandi dan setelah mandi segera bersiap-siap.

^,^

''Raaaaaaayyyyy.'' Teriak gue dan langsung memeluk pangeran gue. Ray membalas pelukan gue.
''Kamu makin Cantik.'' Puji Ray.
''Ah. Biasa aja.'' Ucap gue.
''Ekhm.. Ekhm.. Numpang batuk ya.'' Ucap Acha jail yang baru saja datang dari dalam rumah. Gue langsung melepas pelukan gue dari Ray.
''Hehe.'' Gue cuma bisa cengengesan.
''Acha. Aku mau ajak orang jelek jalan dulu yah.'' Ucap Ray sambil ngelirik gue. Gue manyun.
''Haha. Jangan manyun dong sayang. Jelek tau.'' Ucap Ray lalu mencubit pipi gue.
''Auk ah. Acha, gue jalan dulu yah.'' Pamit gue ke Acha. Acha mengangguk. Ray langsung ngegandeng gue dan segera masuk ke mobil Ray.

^,^

Sudah hampir 8 jam gue jalan-jalan dengan Ray. Melepaskan rasa rindu yang 10 tahun terpendam. Sekarang gue dan Ray ingin melihat pemandangan indah saat matahari tenggelam.

''Hmmm. Tempatnya kamu suka gak ??'' Tanya Ray saat kami berada di Pantai. Gue mengangguk.
''Ray.'' Panggil gue lalu menatap Ray yang pandangannya masih terfokus pada Lautan yang bergelombang.
''Iya.'' Responnya.
''Besok aku akan balik ke Jerman.'' Ucapku disertai air mata. Ray memandangku dan tersenyum.
''Kok nangis ??'' Tanyanya.
''berarti kita bakalan berpisah lagi.'' Jawab gue disertai isakan tangis. Ray memeluk gue ke dalam pelukannya.
''Jangan nangis dong. Jelek tau.'' Ucap Ray.
''Kamu gak sedih ??'' Tanya gue dalam pelukannya. Ray melepaskan pelukannya.
''Aku boleh nyanyiin lagu buat kamu ??'' Tanya Ray.
''Apa yang gak boleh buat kamu :)'' Jawab gue. Ray menuju mobilnya dan mengambil sebuah gitar. Ray mulai bernyanyi.

Keindahan membuat kita berdiam
Di bawah sang rembulan
Dan berhiaskan bintang

Takkan hilang
Dan takkan pernah pudar
Seperti rasa cinta
Yang telah kau berikan

Kau bagai bintang yang bersinar
Terangi malamku
Hilangkan risauku

Takkan ada yang melebihi dirimu
Ketulusan hatimu
Berarti untukku

Cintam Ini takkan pernah
Bisa terhapuskan
Selama kau masih menemani hatiku

Masih kurasakan setia dihatiku
Dan takkan ternoda untuk selamanya

Kan kujaga
Rasa cinta
Yang kini tlah hadir dihidupku

Selamanya takkan sirna
Meskipun waktu kan memanggilku

''Aku gak sedih kamu tinggalin.'' Ucap Ray. Wajah gue seketika berubah kecewa.
''Karna. Aku juga akan ikut kamu ke Jermah. Papa dan mamaku telah ijinin aku kuliah disana.'' Ucap Ray tersenyum. Gue? Jangan ditanya lagi. Pasti bahagia.
''Yang bener Ray ??'' Tanya gue.
''Iya sayang :)'' Jawab Ray. Gue langsung memeluknya. Ray membalas pelukan gue.
''Cinta kita UNTUK SELAMANYA.'' Teriak Gue dan Ray bersamaan disaat matahari tenggelam dan menyisakan langit jingga yang menyaksikan cinta gue dan Ray. Indah.

= The End =

Kisah Hidup #Cerpen

Kenalin nama gue Sivia Azizah. Cukup kalian bisa panggil gue Via. Gue disini bakalan nyeritain semua kisah pedih gue dari gue kecil sampai gue besar. Entah, kalian ada yang pernah merasakan ini atau tidak. Itu cerita kalian.

***

"Dasar Gendut!"
"Hahaha. Cewek Cupu!"
"Kasian Cewek Jelek gak punya temen,"

Itu sebagian cacian dari temen-temen gue dan masih banyak lagi. Entah kenapa mereka selalu senang mencaci maki gue. Menghina gue. Seingat gue, gue sedikitpun gak punya salah sama mereka. Kenapa mereka tega ngelakuin itu semua ke gue? Kadang gue sedikit menyesal dilahirkan ke dunia hanya untuk dicaci maki dan dihina.

***

"Bibi, mamah udah pulang beyum?" Tanya gadis kecil yang masih berumur 4 tahun. Orang tuanya sibuk bekerja tanpa memperdulikan dan mengabaikan anak mereka. Haruskah anak sekecil itu ditinggalkan orang tuanya? Kasih Sayang masih sangat dibutuhkannya.
"Mamah kamu belum pulang,Sayang! Sebentar lagi pasti pulang. Neng, Via tidur dulu ya?" Ajak Pembantunya mencoba membujuk gadis manis yang masih kecil itu. Via kecil menggeleng.
"Pia mau nunggu mama!" Ucap Via keras kepala. Mungkin dia sangat Rindu kepada Mamah nya. Merindukan kasih sayang seorang Ibu. Mamahnya yang pulang malam dan pergi pagi.
"Bibi temenin mau gak? Mau ya? Entar bibi bacain cerita deh," Bujuk sang Pembantu. Via kecil akhirnya menggangguk senang.
"Benel ya,Bi?" Ucap Via kecil memastikan. Pembantunya mengangguk lalu menggendong Via ke dalam kamarnya.

***

"Mamah sama Papah datang ya kesekolah,Pia? Buat ngambil lapol Pia." Ucap Via kepada Orang tuanya yang baru saja pulang bekerja.
"Papah gak bisa,Sayang! Sama Mamah aja ya?" Ucap Sang Papa. Belum sempat Via menjawab, Mamahnya juga berbicara.
"Mamah juga gak bisa,Sayang. Kamu sama Bibi aja ya?" Ucap sang Mamah juga. Via kecil menunduk lalu mengangguk lesu.
"Sekarang tidur ya?" Ucap sang Mamah lalu mencium kening Via. Via pergi menuju kamarnya.

***

"Mamah cama Papah kok gitu? Mamah cama Papah gak cayang Pia lagi ya? Pasti becok banyak temen-temen Pia yang dateng cama Mamah dan Papahnya," Ucap Via sambil menangis dikamarnya. Walaupun dia sekarang masih beumur 5 tahun, mungkin dia telah mengerti yang namanya 'Sakit hati' karena sudah terlalu sering ditinggal orang tuanya.

***

Hha. Kalian sudah tau kan gimana nasib gue dari kecil? Kalian mungkin sudah tau. Pasti kalian gak pernah ngerasain gimana sakitnya gue dari kecil. Gimana rasanya gak dipeduliin. Gimana rasanya diacuhkan sama orang banyak? Apa kalian tau itu?

***

Gadis kecil Sivia kini telah memasuki jenjang Sekolah Dasar. Dia sudah bisa membaca sedari kecil. Sekarang dia memakai kacamata karena matanya Minus keseringan membaca berbaring.

"Itu siapa sih? Kok jelek banget? Udah gak dianter Orang Tuanya lagi," Bisik Orang tua Siswa kepada orang tua siswa lainnya yang sedang membicarakan Via.
"Iya. Cupu banget lagi. Gak pantes dia masuk sini," Ucap Orang tua siswa yang lain. Via mendengar akan hal itu. Namun sebisa mungkin dia tahan air matanya agar tidak jatuh. Via mencoba pergi dari sana agar sakit hatinya tidak bertambah lagi.

***
10 Tahun kemudian,
***

"Kok semua orang jahat sama,Via? Emang Via salah apa?" Tanya Sivia pada dirinya sendiri. Sivia merenung lalu melempar kerikil-kerikil kecil ke dalam sungai didepannya.
"Lo gak salah apa-apa kok," Sahut seseorang dari belakang Sivia. Lalu duduk disamping Sivia.
"Kamu siapa?" Tanya Via. Dia memang tidak kenal dengan cewek yang disampingnya itu.
"Gue,Agni. Lo siapa?" Jawab dan Tanya orang itu. Via membenarkan kacamatanya yang lumayan besar.
"Nama aku,Sivia." Ucap Via sambil tersenyum. "Kamu kok mau kenalan sama aku yang jelek dan cupu?" Tanya Via sedikit pelan. Namun cewek yang disampingnya alias Agni masih bisa mendengar ucapan Via yang pelan itu.
"Lo kira gue kayak yang lain? Hha. Gak. Gue gak kayak yang lain. Membeda-bedakan orang, yang kaya dan cantik dijadikan temen. Dan yang jelek dijauhin dan dicaci maki. Semua orang itu sama dimata Tuhan. Gue juga masih punya perasaan. Dan gue sering berfikir, kenapa ada orang kayak gitu dimuka bumi? Kalau gue ngecaci maki orang yang lebih rendah dari gue. Sama aja gue ngecaci diri gue sendiri. Dan gue juga sering berfikir kalo gue jadi mereka pasti gue juga sakit hati kalo dicaci maki kayak gitu," Jelas Agni panjang lebar. Sedikit senyum terbentuk dibibirnya. Sivia memasukkan semua ucapan Agni kedalam pikirannya. Sivia berfikir. Ada benarnya juga semua ucapan Agni.
"Dan, gue juga sering dibully kayak lo. Tapi gue santai saja ngehadapin mereka, orang gue sama aja kayak mereka. Sama-sama makhluk Tuhan. Jadi kalau mereka ngehina gue, sama aja mereka ngehina diri mereka sendiri." Lanjut Agni. Sivia tersenyum.
"Bener juga kata kamu,Ag. Thanks yah. Jadi ada sedikit semangat buat aku ngejalanin hidup ini karena kata-kata kamu tadi." Ucap Sivia tersenyum.
"Hha. Your Welcome," Ucap Agni sambil tersenyum.
"Kamu sekolah dimana,Ag?" Tanya Sivia sambil membenarkan kacamatanya lagi.
"Gue sekolah di SMA BINA NURAGA. Kalau lo?" Jawab dan tanya Agni.
"Sama," Ucap Via. "Tapi kok aku jarang alias gak pernah ngeliat kamu ya?" Lanjut Via.
"Gue baru aja pindah kesini, semenjak pacar gue meninggal 2 Bulan lalu," Jawab Agni. Kelihatan ada sedikit raut wajah sedih saat menyebut tentang pacar nya yang sudah dipanggil yang Maha Kuasa.
"Sorry,Ag. Aku gak bermaksud bikin kamu sedih," Ucap Via. Agni menggeleng
"Gak papa kok," Ucap Agni.
"Kamu mau gak jadi sahabat Aku?" Tanya Sivia hati-hati. Dia takut, Agni tidak mau bersahabat dengannya.
"Kenapa tidak?" Ucap Agni sambil tersenyum.
"Jadi kamu mau jadi sahabat aku?" Tanya Sivia senang. Agni mengangguk.
"Thanks,Ag. Baru kamu yang mau jadi temen aku," Ucap Sivia terharu. Agni tersenyum.

Mereka sekarang duduk dibangku kelas 3 SMA. Sivia dan Agni kemana-mana selalu bersama. Banyak yang mencibir Agni karena dia berteman dengan Sivia. Sivia sering mendapati rasa takut. Dia takut Agni meninggalkannya karena cibiran-cibiran dari teman-temannya itu. Namun, Agni menanggapinya dengan santai dan cuek. Agni memang sedikit tomboy. Dan karena itu Sivia betah berteman dengan Agni. Namun, Beberapa hari ini Agni tidak masuk sekolah. Dan kabar pun tidak ada. Biasanya kalau Agni tidak masuk sekolah dia sering memberitahukan bahwa dia kenapa sama Sivia. Namun sekarang tidak.

"Agni, kamu kemana sih? Kok gak ngasih kabar ke aku, aku kan sahabat kamu. Cuma kamu yang mau berteman sama aku," Gumam Sivia. Ia takut terjadi sesuatu kepada Agni. Sahabatnya.
"Mending aku kerumah Agni aja deh, siapa tau dia ada dirumah." Ucap Via. Dia lalu pergi menuju rumah Agni.
Sesampainya dirumah Agni, Sivia sedikit bingung kenapa ada bendera kuning berkibaran disana. Perasaan Sivia sedikit tidak enak. Namun dia tetap mencoba berfikir positif.
"Assalamualaikum," Ucap Sivia memberi salam saat berada didepan rumah Agni. Terdengar langkah kaki mendekat ke arah pintu. Terlihat seorang ibu paru baya membukakan pintu rumah Agni.
"Cari siapa ya,Nak?" Tanya Ibu itu ramah. Sivia tersenyum.
"Cari Agni,Bu. Agni nya ada?" Tanya Sivia. Raut muka wajah Ibu itu sedikit terkejut. Sivia mengerutkan keningnya.
"Agni nya ada?" Sivia mengulangkan pertanyaannya.
"Kamu benar-benar mencari,Agni?" Tanya Ibu itu. "Silahkan duduk," Lanjut Ibu itu mempersilahkan. Sivia pun duduk.
"Agni dia sudah meninggal 1 Minggu lalu," Ucap Ibu itu sedikit bergetar. Sivia terlonjak kaget.
"Ibu bohong kan?" Tanya Sivia. Dia tidak percaya Agni telah tiada.
"Agni mengidap penyakit radang paru-paru yang sudah akut. Dia menderita penyakit itu sejak kecil. Dan Agni tidak bisa terlalu capek. Namun dia tetap bersikeran mengikuti Basket dan tidak bisa dilarang apa yang sudah menjadi kemauannya. Kemaren, Penyakit dia itu kumat gara-gara pulang latihan basket pada waktu itu. Agni segera dibawa kerumah sakit dan 3 hari dirawat. Namun, Pada jam 12 Siang pada hari ketiga dia menghembuskan nafas terakhirnya." Cerita Ibu itu. Namun dia tidak menangis dan sangat kuat menceritakan kepergian Agni anak semata wayangnya. Ibu itu sangat tegar. Sedangkan Sivia mendengar cerita ibu itu sudah tidak tahan menahan air matanya. Air mata Sivia terus bercucuran mengingat seseorang yang mau berteman dengannya telah tiada.
"Kamu Sivia kan? Kemaren Agni ada meninggalkan sesuatu untuk kamu," Ucap Ibu itu lalu masuk ke dalam. Lalu keluar lagi mengambil sebuah surat dan kotak kecil ditangannya. Surat dan kotak kecil itu lalu diserahkan kepada Sivia. Sivia lalu membaca surat itu.

Dear Sahabat gue,Sivia.
From, Agni.

Via. Gue tau lo saat ngebaca surat ini waktu gue udah gak ada. Sorry banget gue gak ngabarin lo soal gue masuk rumah sakit itu. Gue takut lo sedih. Gue takut. Dan maafin gue, gue gak bisa jadi teman dan sahabat terbaik buat lo. Sahabat yang selalu ada disamping lo. Gue sekarang harus ninggalin lo sendiri disana. Oiya. Gue berpesan sama lo gak usah sedih dan gak usah sakit hati sama omongan mereka yang nge judge lo. Mereka sama aja kayak lo, jadi sama aja mereka ngehina diri mereka sendiri. Oke,Cantik? Keep Smile ya :)
Oiya. Ada juga tuh Gelang pemberian gue. Dipake terus ya. Awas kalo dilepas, gue bakalan ngegentayangin elo. Hihihi, Segini aja ya. Bye Sivia :)

-Agni-

"Hiks.. Hiks," Via menangis saat membaca surat dari Agni. Via segera membuka kotak kecil pemberian dan Agni dan dilihatnya gelang cantik bertuliskan 'Agni & Sivia BestFriend'. Via segera pergi dari sana karena tak tahan mencium bau semerbak yang dikeluarkan rumah itu. Seperti bau farfum Agni yang sering dipakai Agni yang dicium Sivia.

***

Hancur. Perasaan gue hancur saat gue tau sahabat gue udah ninggalin gue untuk seumur hidup. Semangat gue untuk hidup pupus lagi. Gue gak tau sampai kapan gue bisa bertahan tanpa ada orang yang sering nge support gue seperti Agni. Seorang cewek tomboy yang sangat baik.

***

"Bibi," Panggil Sivia saat dia memasuki rumah. Rumah Sivia terlihat begitu sepi. Entah orang rumah pada kemana. Sivia tidak memperdulikan itu. Hatinya masih hancur berkeping-keping mengingat kepergian Agni. Sivia segera menuju ke kamarnya. Sivia duduk ditepi ranjangnya sambil memeluk sebuah bingkai fhoto yang dimana ada fhoto dirinya bersama Agni sedang tersenyum.

"Agni, kok kamu tega ninggalin aku? Kamu tega. Kalau kamu pergi udah gak ada yang nge support aku untuk hidup. Udah gak ada. Semangat aku hancur saat ngedenger kamu udah gak ada. Kamu udah aku anggep kakak aku sendiri. Dimana seorang kakak yang ngedukung adiknya. Kamu juga selalu sayang sama aku. Kamu juga perhatian, melebihi perhatian orang tua aku sendiri." Ucap Via terisak sambil memandangi Fhoto itu. "Sekarang kamu udah gak ada," Lanjut Via. Karena merasa terlalu Capek Akhirnya Sivia pun tertidur.

Sudah beberapa hari ini Via tidak masuk sekolah. Makan pun dia jarang. Sampai tubuhnya kurus hampir tinggal tulang. Wajahnya pucat hampir seperti mayat hidup. Depresi akibat kehilangan sahabatnya itu masih menghantuinya. Sivia kadang tertawa, namun kemudian menangis sendiri tanpa sebab. Orang tuanya masih tidak mengetahui hal itu. Mereka masih saja sibuk dengan urusan pekerjaan. Walaupun Pembantu rumah Via sudah memberitahukan kejadian ini kepada Orang tua Via. Namun tidak ditanggapi serius dan masih saja dianggap enteng.

"Ayolah non,Via. Non makan ya?" Bujuk Pembantu Via. Namun Via tetap menatap kosong ke depan. Berkali-kali Sivia sudah dibujuk namun seakan-akan dia tidak mendengar hal itu. Pembantunya pun pasrah lalu dengan berat hati meninggalkan Sivia didalam kamarnya sendirian. Sedikit merasa Iba dengan keadaan Sivia sekarang.

***

Hampir satu Minggu Sivia keadaannya tetap seperti ini. Badannya sekarang hanya kulit pembungkus tulang yang tersisa. Wajahnya semakin pucat. Sudah hampir 1 Minggu juga ia tak makan. Kasihan sekali.

"Via. Kamu gak papa kan,Nak? Kamu sakit? Atau kamu kenapa? Mama menyesal udah nggak merhatiin kamu selama ini. Dari kamu kecil. Mama udah sadar mama udah nelantarin kamu. Mama orang tua yang jahat. Mama menyesal,Sayang. Ayolah kamu sehat," Isak mamanya Via kini berada disamping Via. Namun, Sivia sama sekali tidak mendengar apa yang diucapkan mamanya. Pandangannya lurus ke depan. Tatapannya kosong. Sivia tidak seperti beberapa hari yang lalu yang tertawa dan menangis tanpa sebab. Sekarang dia hanya diam. Matanya tertutup. Sivia sepertinya koma.

11.30 AM .

Sivia tak kunjung membuka matanya. Orang-orang dirumah sangat khawatir dan panic terhadap keadaan Sivia. Mereka memanggil tim medis untuk memeriksa Sivia.

"Ayolah,Sivia. Mama tau kamu pasti Sayang sama Mama. Kalau kamu benar-benar Sayang. Ayolah buka mata kamu sekarang," Pinta mama Via sambil terus menangis terisak. Papa Sivia mencoba menenangkan Istrinya itu.
"Sabar,Ma. Pasti Sivia sembuh. Ayo kita keluar sekarang," Bujuk Papanya Via. Mamanya Via pun mengangguk dan sangat berat hati meninggalkan anak semata wayang mereka tersebut.

Rupanya takdir berkehendak lain. Tim Medis tidak bisa menyelamatkan nyawa Sivia. Ia telah dipanggil oleh Sang Kuasa. Rupanya Sivia sangat di sayang oleh Tuhan hingga dipanggil secepat ini. Tak mau melihat Sivia lebih jauh menderita lagi.

Sivia langsung dimakamkan hari itu juga. Orang Tua Sivia hanya bisa menangis mengantarkan kepergian Sivia ke tempat peristirahatannya yang terakhir. Roh Sivia terlihat bersama Agni memakai pakaian serba putih lalu tersenyum ke arah mereka.

Mama Sivia sangat terpukul. Dia sangat shock, tidak terima dengan kenyataan ini bahwa Sivia anak semata wayangnya telah pergi untuk selama-lamanya. Dia sangat merasa bersalah terhadap Sivia. Sampai bayang-bayang salah itu selalu menghantuinya. Hingga ia seperti orang gila. Berteriak-teriak Sendiri. Sampai akhirnya Mamanya Sivia diputuskan untuk dimasukkan ke Rumah Sakit Jiwa.

***

Itulah kisah hidup gue. Terlalu tersiksa. Hingga akhirnya gue dipanggil Tuhan. Gue sangat bersyukur. Ternyata Tuhan masih sayang sama gue. Gue dijauhkan dari semua derita yang akan datang.

***

The End.

Dia yang Terakhir #Cerpen

Masih membekas didalam relung hati. Kenangan-kenangan indah ketika dulu masih bersama. Siluet-siluet kenangan itu masih jelas tergambar didalam pikiran. Cerita cinta itu memang sudah berakhir. Namun gambaran sosok wajah sang pujaan hati sering terlintas didalam pikiran. Tidak mampu melupakan karena terlalu lama telah menempati hatinya yang kosong.

***

Diliriknya lelaki itu, dia sadar dia mungkin hanya bermimpi untuk itu. Namun sebuah harapan yang telah lama diendapkan dalam hatinya tak pernah ia bersihkan.

Dalam diam dia terus mencari, mencari sebuah harapan. Dalam tumpukan sampah sebuah cinta yang telah lama di buang. Terkadang itu selalu membuatnya malah terhanyut didalamnya.

Waktu telah lama tergantikan, namun nama gadis yang sedang dia pandang itu masih terus tersimpan, dia tak mungkin bisa melupakannya begitu saja.

"Maafkan aku,Kka. Kamu memang tidak salah, namun keadaan yang telah memaksa aku untuk buat keputusan ini. Bukan aku tak menghargai 4 tahun kebesamaan kita, namun aku merasa kita memang sudah tidak lagi sejalan, tak ada gunanya kita terus mempertahankan hubungan ini jika akhirnya harus ada yang terluka."
"Kamu tak tahu bagaimana terlukanya aku dengan keputusan mendadak kamu ini."
"Aku juga terluka,Kka. Keputusan ini sudah lama aku rancang dan sudah aku pikir matang, aku rasa ini adalah hal yang paling terbaik untuk kita berdua."
"Untuk kamu. Bukan untukku,"
"Cakka, coba kamu pikir, daripada kita ngelanjutin hubungan seperti ini terus, hambar. Gak ada gunanya, aku gak mau ngejalanin hubungan hanya pura-pura saja. Kelihatan mesra dimata orang padahal sebenarnya enggak. Buat apa? Gak ada gunanya."
"Saat ini kita dalam masa jenuh saja,Ag. Aku yakin beberapa bulan kedepan juga hubungan kita bakal normal lagi."
"Seberapa besar keyakinan kamu? Aku gak yakin buat itu."
"Masih ingat ditahun pertama hubungan kita? Saat itu kita hampir saja putus, namun aku terus ngeyakinin kamu kalo kita bisa ngebenahi hubungan kita, lihat kan bagaimana hubungan kita itu sampai sekarang?"
"Namun itu lain,Kka."
"Lain gimana?"
"....."
"Lain, karena sekarang ada Alvin."
"Kok kamu jadi nuduh gitu sih?"
"Aku gak nuduh!"
"Yang kamu ucap tadi?"
"Sebenarnya yang berubah itu kamu. Bukan aku. Selama ini aku masih ngejalanin hubungan ini biasa saja. Namun semenjak kamu dekat sama dengan Alvin, semua berubah."
"Aku gak senang kalau kamu mulai menyangkut pautkan semua ini. Selama ini aku hanya menganggap Alvin hanya sebagai teman aku aja, gak lebih."
"Seorang kapten basket putra dan ketua kapten basket putri gak pernah sampai sedekat itu."
"Cakka cukup! Pembicaraan kita sudah keluar jalur, gak lucu kamu ngebahas itu saat ini."
"Aku sudah lama mengenal kamu,Agni. Aku begitu paham dengan tingkah dan prilaku kamu, baik buruknya kamu, dan aku merasakan ada hal yang lain melihat kamu menyikapi kedekatanmu dengan Alvin."
"Terserah kamu mau nilai aku apa. Yang pasti keputusan aku tak mungkin dapat aku ubah, awalnya aku ingin kita berpisah secara baik-baik. Tapi kalau pemikiran kamu sudah melenceng seperti ini, aku gak tahu harus bagaimana. Maafkan aku,Kka. Aku rasa hubungan kita sampai disini saja,"
"Tapi,Ag...."
"Sudahlah, gak ada gunanya saling debat lagi. Sekarang sudah saatnya jalani hari kita masing-masing. Selamat tinggal,Kka."

Itulah kata-kata yang membekas dihatinya. Kata-kata yang ia sendiri ucapkan teus membekas dihatinya. Kata-kata yang begitu menyakitkan bagi dirinya sendiri namun enggan dibuang olehnya.

Kemarin dia sudah berjanji kalau dia akan menghapus wujud Cakka dari pikirannya. Hal itu terus-menerus ia kemukakan kepada sahabat-sahabatnya yang terus membujuknya agar bangun dari keterpurukan itu.

Namun tak pernah terbayang olehnya. Kalau melupakan seseorang yang begitu ia cintai tak semudah membalikkan telapak tangan. Mungkin ia bisa melupakan sosok Cakka ketika dia sedang di kelilingi temannya. Tapi apa yang Agni temukan ketika dia termenung sendiri dikamarnya? Atau ketika secara tak sengaja berada ditempat-tempat yang sering ia habiskan waktu berdua dengan Cakka. Sosok Cakka begitu melekat hebat dihatinya. Bagaikan lem dengan sangat kuat yang ketika ia mencoba untuk melepasnya secara paksa hanya menimbulkan luka dihatinya.

***

Siang ini mentari tak begitu terik memancarkan cahayanya. Namun cukup membuat udara pengap disini. Tak banyak orang yang ingin memakai jaket diudara sepengap ini. Namun tidak untuk Agni, ia masih merasa nyaman dengan jaket yang melekat ditubuhnya itu.
Terkadang ia benarkan letak kacamata minus yang selalu menghias wajah manis gadis itu. Rambut lurus pendek nya sesekali bergerak tertiup angin.
Sebenarnya Agni sudah tidak nyaman duduk disitu, namun ada sesuatu yang menguncinya untuk tetap terdiam disana.

Tak lain itu karena Cakka. Dari kejauhan tanpa sepengetahuan Cakka, Agni terus memperhatikan sosok lelaki itu.

"Sudahlah Ag. Tak sepantas nya lo terus seperti ini," Sivia teman dekat Agni tiba-tiba saja duduk disampingnya.
"Dia gak tau gimana gue yang sangat masih mencintainya,"
"Terus kenapa lo mutusin dia? Kalau begini terus sampai kapanpun lo akan terus terpuruk jika lo memang gak mau bangkit. Gak ada gunanya lo terus seperti ini."
"Munafik kalau gue melakukan itu. Gue sangat cinta dan masih cinta sama Cakka. Gak mungkin gue berpura-pura dalam kondisi gue seperti sekarang ini,"
"Itu karena lo belum bisa mengikhlaskan apa yang udah lo lakukan itu. Biarkan Cakka sekarang, dia bukan jodoh lo, masih ada jutaan lelaki lain yang masih mungkin menjadi pacar lo. Air mata gak akan bisa menyelesaikan masalah. Air mata hanya peringan beban lo aja. Kalo lo benar-benar pengen keluar dari masalah ini, bebaskan diri lo. Lepaskan semua masa lalu lo, melangkahlah dengan melihat kedepan. Jangan hanya melihat ke belakang, Tuhan telah menggariskan jalan hidup seseorang. Biarkan ini semua mengalir,"
"Tapi sampai kapan gue mesti terpuruk seperti ini?"
"Nanti waktu yang bakal menjawabnya, yakinlah seseorang masih menunggu lo disana, Raihlan dia, gue percaya lo. Kalau lo bisa ngelakuin apa yang gue ucap tadi,"

***

Agni termenung menatap layar telepon selularnya. Untuk pertama kalinya dalam 8 bulan terakhir ini, dia menerima pesan singkat dari Cakka.

"Hallo,Agni. Apa kabar? Baik kan?"

Cukup singkat memang. Namun cukup membuat semua perasaan yang dahulu dipendamnya kembali muncul.

Cakka. Memang belum biasa menjadi lelaki biasa bagi Agni. Dia masih tetap seorang yang istimewa. Namun keadaan yang memaksanya untuk menganggap bahwa Cakka bukan lagi orang istimewa baginya.

8 bulan ini dia berhasil memendam semua angannya akan Cakka. Perlahan dia bangkit keterpurukannya itu dengan menyibukkan diri di klub basket putri disekolahnya.

Berhasil memang, dengan kegiatannya yang padat dan mengenal orang-orang baru membuatnya lupa akan sosok Cakka. Bahkan diam-diam dia dia mulai menaksir salah satu teman di klub basket putra, tinggal selangkah lagi, ia mungkin bisa memiliki Rio. Lelaki yang dipujanya itu.
Namun sayang, Agni kini harus kembali mengingat Cakka, akibat pesan singkat yang baru saja ia terima itu.

Dia masih terus memandangi layar mungil handphone itu. Berulang kali dia baca pesan singkat itu, seakan tak percaya kalau Cakka baru saja mengirimkan SMS untuknya. Ia memang tak pernah menyangka kalau Cakka akan menghubunginya kembali.

***

Sesaat dia segera menekan tombol reply. Namun ia urungkan niatnya untuk membalas pesan itu. Segera ia lemparkan benda itu ke atas tempat tidurnya. Dan beranjak meninggalkan kamarnya.

***

Lama Agni tak lagi menemukan Sms atau dering telepon dari Cakka kini. Terkadang dia merindukan akal hal itu, karena memang bukan hal yang dibencinya.

Kini ia hanya termenung, memikirkan kembali apa yang telah ia perbuat pada Cakka. Lelaki yang begitu istimewa dihatinya, sampai umurnya mungkin tak beberapa lama lagi. Lelaki yang sedang berusaha untuk mengejarnya kembali. Namun tak pernah ditanggapinya.

Dia tahu dia salah telah melakukan itu, tak seharusnya dia sampai demikian memperlakukan Cakka. Agni melakukan itu karena ia tak ingin Cakka terluka suatu saat hari nanti. Disaat dirinya.....

***

Author P.O.V ( Cakka )

***

Saat itu. Selepas makan malam, Cakka membaringkan tubuhnya di tempat tidur. Alunan musik lembut terlantun dari komputer yang sedari tadi siang tak ia matikan.

Jemari tangannya sibuk menekan tombol-tombol dari handphone yang dipegangnya itu. Terlintas dipikirannya untuk menghubungi Agni kembali.

Dia sangat merindukan Agni, dia sadar, Agni memang bukan orang yang pantas ia lupakan. Agni masih menjadi bagian yang berharga bagi hidupnya. Walaupun dulu, Agni memutuskan hubungan mereka tanpa alasan yang jelas dari Agni. Namun Cakka tau, Agni memutuskan dirinya ada suatu alasan. Namun, Cakka tidak mengetahuinya.

Cakka masih mencintai Agni.

Kini Cakka bertekad untuk menghubungi Agni lagi. Harapnya, Agni masih menyimpan rasa yang sama terhadapnya.

Di carinya nama Agni di Phonebook, ketika nama itu telah ditemukan, segera ditekannya tombol call, dengan hati berdebar di tunggunya panggilan itu tersambung. Namun, gagal. Hanya nada sibuk yang Cakka temukan.

Ah, mungkin Hp Agni sedang dipakai, Pikir Cakka. Dia menunggu beberapa saat, kemudian diulang kembali usahanya untuk mengubungi Agni.

Kembali gagal, malah kini terdengar suara komputer yang menjelaskan bahwa telepon yang dihubungi sedang tidak aktiv atau berada diluar jangkauan.

Cakka sempat bertanya, kemana Agni?

Namun dia hanya bisa menyangka kalau malam ini Agni memang sedang mematikan Handphonenya.

Terbesit dibenak Cakka untuk mencoba menghubungi telepon rumah Agni saja. Namun biarlah, masih ada hari esok.

Rasa mengantuk kini menyerangnya. Matanya mulai dipejamkan sampai akhirnya dia mulai tertidur.

Belum lama dia memejamkan matanya itu, dia dikagetkan oleh dering Handphone yang diletakkan di meja samping tempat tidurnya.

Dengan malas dia meraih benda itu, dan dilihatnya siapa yang menelponnya itu.

Rupanya penelpon itu Sivia, sahabatnya Agni.

"Hallo,Kka. Lo lagi dimana?"
"Hmm,apaan?" Cakka belum bisa membangunkan dirinya sepenuhnya dari tidur itu.
"Lo lagi dimana?"
"Dirumah, emangnya kenapa?"
"Bisa kerumah gue sekarang?"
"Lo gila ya? Ini udah malem,"
"Gak masalah lah,"
"Emangnya ada apa sih? Nada bicara lo kok tegang gitu,Vi?"
"Ada yang musti gue sampein ke lo sekarang juga."
"Tentang apa?"
"Gue gak bisa cerita di telpon. Pokoknya lo kerumah gue sekarang,"
"Gak ah, gue capek. Lagian kenapa sih mesti kerumah lo malem-malem? Entar gue dikira macam-macam sama lo,"
"Yaudah gini aja, gue ke rumah lo sekarang."
"Tapi,"
"Gak ada tapi-tapian,"
"Ya udah kesini sekarang,"
"Ok tunggu ya, gue berangkat sekarang."

Hanya berselang 30 menit, Sivia sudah berada diruang tamu Cakka kini.

"Ada apa sih? Kok lo jadi ribet gitu?" Cakka langsung to the point.
"Lo ikut gue sekarang,"
"Kemana?"
"Pokoknya lo ikut aja, nanti gue jelasin di mobil,"
"Iya tapi ini buat apa?"
"Buat lo dan Agni,"
"Agni ?"
"Udah gak usah banyak tanya, sekarang lo mau ganti baju dulu atau langsung berangkat?"
"Nanti gue ambil jaket dulu, emang kita mau kemana?"
"Liat aja ntar,"

Sivia segera keluar diikuti oleh Cakka.
Di belakang kemudi mobil ini, tanpa berbicara. Sivia terus melajukan kendaraan itu melintasi jalan kota ini.

Cakka hanya bisa melihat penuh tanya dengan sikap tegang Sivia. Dia masih belum mengerti apa yang akan ditunjukkan oleh Sivia.
Dan tanya itu semakin menjadi ketika dia mengetahui kalau dirinya dibawa ke Rumah Sakit oleh Sivia.

"Agni ada disini?"

Tanya Cakka itu tak dijawab Sivia. Dia terus saja berjalan ketika mereka usai memakirkan mobil yang mengantarkan mereka itu.

Lorong demi lorong rumah sakit mereka lalu dalam diam. Cakka tak lagi berani bertanya, karena Sivia itu seakan enggan menjawab pertanyaannya.

Sampai akhirnya ditemuinya sebuah ruangan di ujung lorong, perlahan Sivia masuk.

"Terlambat," Kata itu segera terucap dari mulut Sivia. Dia segera masuk lebih dalam keruangan itu.

Dengan ragu Cakka mengikuti dari belakang. Sampai akhirnya di temuinya keluarga Agni berkumpul mengengelilingi sebuah ranjang dimana dapat melihat jelas kalau Agni terbaring disana.
Namun, Cakka hanya bisa termenung melihat roman muka semua orang yang berada diruangan itu menunjukkan raut kesedihan. Apalagi ketika ia melihat Ibu Agni, meraung menangisi Agni yang tertidur diranjng ini.
Agni tertidur? Iya. Agni memang tertidur, Agni tertidur untuk selamanya. Kini Cakka baru sadar. Kalau Agni memang sudah pergi, yang dia lihat kini, hanya jasad Agni yang sudah tidak bernyawa.
Agni meninggal? Cakka masih belum percaya akan hal itu. Ingin rasanya dia menangis, namun ia tak mampu menangis, Cakka hanya terdiam memandang jasad Agni.
Gabriel kakak Agni merangkul Cakka, tanpa berkata dia mencoba menerangkan arti kata ketabahan pada Cakka.
"Relakan dia, Agni sudah tiada. Pesan terakhirnya tertuju untukmu. Agni masih mencintaimu,Kka. Dia memutuskan mu waktu itu karena ini, dia tau umurnya tidak panjang lagi akibat penyakit yang dideritanya. Dia tidak mau kamu sedih. Dan kamu lelaki satu-satunya dan yang terakhir ada dihatinya, sebelum akhirnya hatinya itu berhenti bekerja."

***