Senin, 15 Agustus 2011

Kisah Hidup #Cerpen

Kenalin nama gue Sivia Azizah. Cukup kalian bisa panggil gue Via. Gue disini bakalan nyeritain semua kisah pedih gue dari gue kecil sampai gue besar. Entah, kalian ada yang pernah merasakan ini atau tidak. Itu cerita kalian.

***

"Dasar Gendut!"
"Hahaha. Cewek Cupu!"
"Kasian Cewek Jelek gak punya temen,"

Itu sebagian cacian dari temen-temen gue dan masih banyak lagi. Entah kenapa mereka selalu senang mencaci maki gue. Menghina gue. Seingat gue, gue sedikitpun gak punya salah sama mereka. Kenapa mereka tega ngelakuin itu semua ke gue? Kadang gue sedikit menyesal dilahirkan ke dunia hanya untuk dicaci maki dan dihina.

***

"Bibi, mamah udah pulang beyum?" Tanya gadis kecil yang masih berumur 4 tahun. Orang tuanya sibuk bekerja tanpa memperdulikan dan mengabaikan anak mereka. Haruskah anak sekecil itu ditinggalkan orang tuanya? Kasih Sayang masih sangat dibutuhkannya.
"Mamah kamu belum pulang,Sayang! Sebentar lagi pasti pulang. Neng, Via tidur dulu ya?" Ajak Pembantunya mencoba membujuk gadis manis yang masih kecil itu. Via kecil menggeleng.
"Pia mau nunggu mama!" Ucap Via keras kepala. Mungkin dia sangat Rindu kepada Mamah nya. Merindukan kasih sayang seorang Ibu. Mamahnya yang pulang malam dan pergi pagi.
"Bibi temenin mau gak? Mau ya? Entar bibi bacain cerita deh," Bujuk sang Pembantu. Via kecil akhirnya menggangguk senang.
"Benel ya,Bi?" Ucap Via kecil memastikan. Pembantunya mengangguk lalu menggendong Via ke dalam kamarnya.

***

"Mamah sama Papah datang ya kesekolah,Pia? Buat ngambil lapol Pia." Ucap Via kepada Orang tuanya yang baru saja pulang bekerja.
"Papah gak bisa,Sayang! Sama Mamah aja ya?" Ucap Sang Papa. Belum sempat Via menjawab, Mamahnya juga berbicara.
"Mamah juga gak bisa,Sayang. Kamu sama Bibi aja ya?" Ucap sang Mamah juga. Via kecil menunduk lalu mengangguk lesu.
"Sekarang tidur ya?" Ucap sang Mamah lalu mencium kening Via. Via pergi menuju kamarnya.

***

"Mamah cama Papah kok gitu? Mamah cama Papah gak cayang Pia lagi ya? Pasti becok banyak temen-temen Pia yang dateng cama Mamah dan Papahnya," Ucap Via sambil menangis dikamarnya. Walaupun dia sekarang masih beumur 5 tahun, mungkin dia telah mengerti yang namanya 'Sakit hati' karena sudah terlalu sering ditinggal orang tuanya.

***

Hha. Kalian sudah tau kan gimana nasib gue dari kecil? Kalian mungkin sudah tau. Pasti kalian gak pernah ngerasain gimana sakitnya gue dari kecil. Gimana rasanya gak dipeduliin. Gimana rasanya diacuhkan sama orang banyak? Apa kalian tau itu?

***

Gadis kecil Sivia kini telah memasuki jenjang Sekolah Dasar. Dia sudah bisa membaca sedari kecil. Sekarang dia memakai kacamata karena matanya Minus keseringan membaca berbaring.

"Itu siapa sih? Kok jelek banget? Udah gak dianter Orang Tuanya lagi," Bisik Orang tua Siswa kepada orang tua siswa lainnya yang sedang membicarakan Via.
"Iya. Cupu banget lagi. Gak pantes dia masuk sini," Ucap Orang tua siswa yang lain. Via mendengar akan hal itu. Namun sebisa mungkin dia tahan air matanya agar tidak jatuh. Via mencoba pergi dari sana agar sakit hatinya tidak bertambah lagi.

***
10 Tahun kemudian,
***

"Kok semua orang jahat sama,Via? Emang Via salah apa?" Tanya Sivia pada dirinya sendiri. Sivia merenung lalu melempar kerikil-kerikil kecil ke dalam sungai didepannya.
"Lo gak salah apa-apa kok," Sahut seseorang dari belakang Sivia. Lalu duduk disamping Sivia.
"Kamu siapa?" Tanya Via. Dia memang tidak kenal dengan cewek yang disampingnya itu.
"Gue,Agni. Lo siapa?" Jawab dan Tanya orang itu. Via membenarkan kacamatanya yang lumayan besar.
"Nama aku,Sivia." Ucap Via sambil tersenyum. "Kamu kok mau kenalan sama aku yang jelek dan cupu?" Tanya Via sedikit pelan. Namun cewek yang disampingnya alias Agni masih bisa mendengar ucapan Via yang pelan itu.
"Lo kira gue kayak yang lain? Hha. Gak. Gue gak kayak yang lain. Membeda-bedakan orang, yang kaya dan cantik dijadikan temen. Dan yang jelek dijauhin dan dicaci maki. Semua orang itu sama dimata Tuhan. Gue juga masih punya perasaan. Dan gue sering berfikir, kenapa ada orang kayak gitu dimuka bumi? Kalau gue ngecaci maki orang yang lebih rendah dari gue. Sama aja gue ngecaci diri gue sendiri. Dan gue juga sering berfikir kalo gue jadi mereka pasti gue juga sakit hati kalo dicaci maki kayak gitu," Jelas Agni panjang lebar. Sedikit senyum terbentuk dibibirnya. Sivia memasukkan semua ucapan Agni kedalam pikirannya. Sivia berfikir. Ada benarnya juga semua ucapan Agni.
"Dan, gue juga sering dibully kayak lo. Tapi gue santai saja ngehadapin mereka, orang gue sama aja kayak mereka. Sama-sama makhluk Tuhan. Jadi kalau mereka ngehina gue, sama aja mereka ngehina diri mereka sendiri." Lanjut Agni. Sivia tersenyum.
"Bener juga kata kamu,Ag. Thanks yah. Jadi ada sedikit semangat buat aku ngejalanin hidup ini karena kata-kata kamu tadi." Ucap Sivia tersenyum.
"Hha. Your Welcome," Ucap Agni sambil tersenyum.
"Kamu sekolah dimana,Ag?" Tanya Sivia sambil membenarkan kacamatanya lagi.
"Gue sekolah di SMA BINA NURAGA. Kalau lo?" Jawab dan tanya Agni.
"Sama," Ucap Via. "Tapi kok aku jarang alias gak pernah ngeliat kamu ya?" Lanjut Via.
"Gue baru aja pindah kesini, semenjak pacar gue meninggal 2 Bulan lalu," Jawab Agni. Kelihatan ada sedikit raut wajah sedih saat menyebut tentang pacar nya yang sudah dipanggil yang Maha Kuasa.
"Sorry,Ag. Aku gak bermaksud bikin kamu sedih," Ucap Via. Agni menggeleng
"Gak papa kok," Ucap Agni.
"Kamu mau gak jadi sahabat Aku?" Tanya Sivia hati-hati. Dia takut, Agni tidak mau bersahabat dengannya.
"Kenapa tidak?" Ucap Agni sambil tersenyum.
"Jadi kamu mau jadi sahabat aku?" Tanya Sivia senang. Agni mengangguk.
"Thanks,Ag. Baru kamu yang mau jadi temen aku," Ucap Sivia terharu. Agni tersenyum.

Mereka sekarang duduk dibangku kelas 3 SMA. Sivia dan Agni kemana-mana selalu bersama. Banyak yang mencibir Agni karena dia berteman dengan Sivia. Sivia sering mendapati rasa takut. Dia takut Agni meninggalkannya karena cibiran-cibiran dari teman-temannya itu. Namun, Agni menanggapinya dengan santai dan cuek. Agni memang sedikit tomboy. Dan karena itu Sivia betah berteman dengan Agni. Namun, Beberapa hari ini Agni tidak masuk sekolah. Dan kabar pun tidak ada. Biasanya kalau Agni tidak masuk sekolah dia sering memberitahukan bahwa dia kenapa sama Sivia. Namun sekarang tidak.

"Agni, kamu kemana sih? Kok gak ngasih kabar ke aku, aku kan sahabat kamu. Cuma kamu yang mau berteman sama aku," Gumam Sivia. Ia takut terjadi sesuatu kepada Agni. Sahabatnya.
"Mending aku kerumah Agni aja deh, siapa tau dia ada dirumah." Ucap Via. Dia lalu pergi menuju rumah Agni.
Sesampainya dirumah Agni, Sivia sedikit bingung kenapa ada bendera kuning berkibaran disana. Perasaan Sivia sedikit tidak enak. Namun dia tetap mencoba berfikir positif.
"Assalamualaikum," Ucap Sivia memberi salam saat berada didepan rumah Agni. Terdengar langkah kaki mendekat ke arah pintu. Terlihat seorang ibu paru baya membukakan pintu rumah Agni.
"Cari siapa ya,Nak?" Tanya Ibu itu ramah. Sivia tersenyum.
"Cari Agni,Bu. Agni nya ada?" Tanya Sivia. Raut muka wajah Ibu itu sedikit terkejut. Sivia mengerutkan keningnya.
"Agni nya ada?" Sivia mengulangkan pertanyaannya.
"Kamu benar-benar mencari,Agni?" Tanya Ibu itu. "Silahkan duduk," Lanjut Ibu itu mempersilahkan. Sivia pun duduk.
"Agni dia sudah meninggal 1 Minggu lalu," Ucap Ibu itu sedikit bergetar. Sivia terlonjak kaget.
"Ibu bohong kan?" Tanya Sivia. Dia tidak percaya Agni telah tiada.
"Agni mengidap penyakit radang paru-paru yang sudah akut. Dia menderita penyakit itu sejak kecil. Dan Agni tidak bisa terlalu capek. Namun dia tetap bersikeran mengikuti Basket dan tidak bisa dilarang apa yang sudah menjadi kemauannya. Kemaren, Penyakit dia itu kumat gara-gara pulang latihan basket pada waktu itu. Agni segera dibawa kerumah sakit dan 3 hari dirawat. Namun, Pada jam 12 Siang pada hari ketiga dia menghembuskan nafas terakhirnya." Cerita Ibu itu. Namun dia tidak menangis dan sangat kuat menceritakan kepergian Agni anak semata wayangnya. Ibu itu sangat tegar. Sedangkan Sivia mendengar cerita ibu itu sudah tidak tahan menahan air matanya. Air mata Sivia terus bercucuran mengingat seseorang yang mau berteman dengannya telah tiada.
"Kamu Sivia kan? Kemaren Agni ada meninggalkan sesuatu untuk kamu," Ucap Ibu itu lalu masuk ke dalam. Lalu keluar lagi mengambil sebuah surat dan kotak kecil ditangannya. Surat dan kotak kecil itu lalu diserahkan kepada Sivia. Sivia lalu membaca surat itu.

Dear Sahabat gue,Sivia.
From, Agni.

Via. Gue tau lo saat ngebaca surat ini waktu gue udah gak ada. Sorry banget gue gak ngabarin lo soal gue masuk rumah sakit itu. Gue takut lo sedih. Gue takut. Dan maafin gue, gue gak bisa jadi teman dan sahabat terbaik buat lo. Sahabat yang selalu ada disamping lo. Gue sekarang harus ninggalin lo sendiri disana. Oiya. Gue berpesan sama lo gak usah sedih dan gak usah sakit hati sama omongan mereka yang nge judge lo. Mereka sama aja kayak lo, jadi sama aja mereka ngehina diri mereka sendiri. Oke,Cantik? Keep Smile ya :)
Oiya. Ada juga tuh Gelang pemberian gue. Dipake terus ya. Awas kalo dilepas, gue bakalan ngegentayangin elo. Hihihi, Segini aja ya. Bye Sivia :)

-Agni-

"Hiks.. Hiks," Via menangis saat membaca surat dari Agni. Via segera membuka kotak kecil pemberian dan Agni dan dilihatnya gelang cantik bertuliskan 'Agni & Sivia BestFriend'. Via segera pergi dari sana karena tak tahan mencium bau semerbak yang dikeluarkan rumah itu. Seperti bau farfum Agni yang sering dipakai Agni yang dicium Sivia.

***

Hancur. Perasaan gue hancur saat gue tau sahabat gue udah ninggalin gue untuk seumur hidup. Semangat gue untuk hidup pupus lagi. Gue gak tau sampai kapan gue bisa bertahan tanpa ada orang yang sering nge support gue seperti Agni. Seorang cewek tomboy yang sangat baik.

***

"Bibi," Panggil Sivia saat dia memasuki rumah. Rumah Sivia terlihat begitu sepi. Entah orang rumah pada kemana. Sivia tidak memperdulikan itu. Hatinya masih hancur berkeping-keping mengingat kepergian Agni. Sivia segera menuju ke kamarnya. Sivia duduk ditepi ranjangnya sambil memeluk sebuah bingkai fhoto yang dimana ada fhoto dirinya bersama Agni sedang tersenyum.

"Agni, kok kamu tega ninggalin aku? Kamu tega. Kalau kamu pergi udah gak ada yang nge support aku untuk hidup. Udah gak ada. Semangat aku hancur saat ngedenger kamu udah gak ada. Kamu udah aku anggep kakak aku sendiri. Dimana seorang kakak yang ngedukung adiknya. Kamu juga selalu sayang sama aku. Kamu juga perhatian, melebihi perhatian orang tua aku sendiri." Ucap Via terisak sambil memandangi Fhoto itu. "Sekarang kamu udah gak ada," Lanjut Via. Karena merasa terlalu Capek Akhirnya Sivia pun tertidur.

Sudah beberapa hari ini Via tidak masuk sekolah. Makan pun dia jarang. Sampai tubuhnya kurus hampir tinggal tulang. Wajahnya pucat hampir seperti mayat hidup. Depresi akibat kehilangan sahabatnya itu masih menghantuinya. Sivia kadang tertawa, namun kemudian menangis sendiri tanpa sebab. Orang tuanya masih tidak mengetahui hal itu. Mereka masih saja sibuk dengan urusan pekerjaan. Walaupun Pembantu rumah Via sudah memberitahukan kejadian ini kepada Orang tua Via. Namun tidak ditanggapi serius dan masih saja dianggap enteng.

"Ayolah non,Via. Non makan ya?" Bujuk Pembantu Via. Namun Via tetap menatap kosong ke depan. Berkali-kali Sivia sudah dibujuk namun seakan-akan dia tidak mendengar hal itu. Pembantunya pun pasrah lalu dengan berat hati meninggalkan Sivia didalam kamarnya sendirian. Sedikit merasa Iba dengan keadaan Sivia sekarang.

***

Hampir satu Minggu Sivia keadaannya tetap seperti ini. Badannya sekarang hanya kulit pembungkus tulang yang tersisa. Wajahnya semakin pucat. Sudah hampir 1 Minggu juga ia tak makan. Kasihan sekali.

"Via. Kamu gak papa kan,Nak? Kamu sakit? Atau kamu kenapa? Mama menyesal udah nggak merhatiin kamu selama ini. Dari kamu kecil. Mama udah sadar mama udah nelantarin kamu. Mama orang tua yang jahat. Mama menyesal,Sayang. Ayolah kamu sehat," Isak mamanya Via kini berada disamping Via. Namun, Sivia sama sekali tidak mendengar apa yang diucapkan mamanya. Pandangannya lurus ke depan. Tatapannya kosong. Sivia tidak seperti beberapa hari yang lalu yang tertawa dan menangis tanpa sebab. Sekarang dia hanya diam. Matanya tertutup. Sivia sepertinya koma.

11.30 AM .

Sivia tak kunjung membuka matanya. Orang-orang dirumah sangat khawatir dan panic terhadap keadaan Sivia. Mereka memanggil tim medis untuk memeriksa Sivia.

"Ayolah,Sivia. Mama tau kamu pasti Sayang sama Mama. Kalau kamu benar-benar Sayang. Ayolah buka mata kamu sekarang," Pinta mama Via sambil terus menangis terisak. Papa Sivia mencoba menenangkan Istrinya itu.
"Sabar,Ma. Pasti Sivia sembuh. Ayo kita keluar sekarang," Bujuk Papanya Via. Mamanya Via pun mengangguk dan sangat berat hati meninggalkan anak semata wayang mereka tersebut.

Rupanya takdir berkehendak lain. Tim Medis tidak bisa menyelamatkan nyawa Sivia. Ia telah dipanggil oleh Sang Kuasa. Rupanya Sivia sangat di sayang oleh Tuhan hingga dipanggil secepat ini. Tak mau melihat Sivia lebih jauh menderita lagi.

Sivia langsung dimakamkan hari itu juga. Orang Tua Sivia hanya bisa menangis mengantarkan kepergian Sivia ke tempat peristirahatannya yang terakhir. Roh Sivia terlihat bersama Agni memakai pakaian serba putih lalu tersenyum ke arah mereka.

Mama Sivia sangat terpukul. Dia sangat shock, tidak terima dengan kenyataan ini bahwa Sivia anak semata wayangnya telah pergi untuk selama-lamanya. Dia sangat merasa bersalah terhadap Sivia. Sampai bayang-bayang salah itu selalu menghantuinya. Hingga ia seperti orang gila. Berteriak-teriak Sendiri. Sampai akhirnya Mamanya Sivia diputuskan untuk dimasukkan ke Rumah Sakit Jiwa.

***

Itulah kisah hidup gue. Terlalu tersiksa. Hingga akhirnya gue dipanggil Tuhan. Gue sangat bersyukur. Ternyata Tuhan masih sayang sama gue. Gue dijauhkan dari semua derita yang akan datang.

***

The End.

Tidak ada komentar: