Sabtu, 15 Oktober 2011

Aku dan Bintang (Part7)


___*___

Semilir angin menambah indah malam ini ditemani dengan seribu bintang yang bercahaya diatas langit. Membelai lembut dedaunan dan rambut indah gadis ini. Bersama kekasihnya, ia lewati malam ini dengan suka cita.

“Agni…” Panggil Cakka lembut. Agni yang bersandar dibahunya pun membenarkan posisi duduknya dan menoleh kearah Cakka.

“Kenapa, kka??” Respon Agni dan menatap bingung ke arah Cakka. Cakka menoleh sebentar dan menyunggingkan senyuman manisnya lalu menatap lurus kedepan. Ke jalan raya yang tengah sepi. Mereka kini berada di balkon kamar Cakka.

“Kalau aku disukain sama temanmu gimana? Ini Cuma misalnya loh, Ag. Aku ingin minta pendapatmu.” Kata-kata itu baru saja terlontar dari mulut Cakka. Agni yang mendengar sedikit shock. Maksud Cakka apa? Pertanyaan ini langsung menari-menari dibenaknya.

“Kok nanya gitu?” Tanya Agni sembari memasang muka cemberut. Kenapa Cakka jadi nanyain it sih?? Nggak asik banget dimalam seromantis ini bikin Agni galau.

“Jawab aja. Tapi harus jujur ya?” Pinta Cakka dengan santainya. Ia tak tau bagaimana perasaan Agni sekarang.

“Ngerelain atau nggak ya? Bingung! Disatu sisi aku mau milikin kamu. Tapi disisi yang lain aku nggak mau nyakitin sahabat aku. Dilema.” Jawab Agni jujur dari dalam hatinya. Ia sedih diberi pertanyaan seperti itu dan semoga saja teman-temannya tidak naksir dengan Cakka.

Cakka hanya menangangguk tanda mengerti.

*****

“Riooo!! Mau bawa aku kemana sih?? Pake acara ditutup mata segala!!” Omel Ify saat Rio masih saja membimbingnya menuju suatu tempat yang tidak diketahuinya. Jelas. Matanya ditutup dengan kain berwarna hitam. Membuat make upnya sedikit rusak.

“Diem! Bawel banget sih.” Sewot Rio. Ify hanya mengolok-ngolok Rio dengan gerakan bibirnya namun tanpa suara. Matanya sudah sedikit pegal ditutup terus-terusan seperti itu. Tiba-tiba langkah Rio berhenti dan otomatis Ify pun juga ikut berhenti.

“Udah sampe nih?” Tanya Ify. Namun tak ada suara jawaban dari Rio. Keadaan hening. Hanya suara semilir angin terdengar. Ify merasakan hawa mulai tak enak.

“Udah sampe belum? Boleh nggak aku buka tutup matanya?” Tanya Ify sekali lagi dan berharap Rio akan menjawab pertanyaannya. Namun, hasilnya tetap sama. Tak ada jawaban dari Rio.

Ify perlahan-lahan membuka penutup matanya dan sedikit-demi sedikit membuka matanya. Tubuhnya langsung gemetar saat tak menemui Rio disampingnya dan keadaaan disana sungguh gelap. Ify merasakan tangannya mulai gemetar dan dingin.

“R……..i.o!” Nada Ify tergagap saat menyebut dan memanggil nama Rio. Tubuhnya mulai melemah dan………

JREENGGG!! (?)

Suasana disana berubah  menjadi terang benderang, dimana-mana lampu menyala membuat indah tempat yang Ify pijak sekarang. Perasaan takut berubah menjadi perasaan kagum dan takjub melihat danau indah terukir dengan namanya dibentuk dengan lilin-lilin berbentuk Love.

“Wahh! Bagus banget!” Puji Ify sampai-sampai matanya hampir tak berkedip melihat pemandangan didepannya.

Terdengar alunan lagu mengalun dari belakang Ify. Ia segera menoleh dan mendapati Rio sedang duduk disebuah kursi panjang dengan gitar bertenteng ditangannya. Namun, disaat seromantis ini kenapa Rio memasang wajah dinginnya?

Ify berjalan mendekati Rio dan lalu duduk disampingnya. Ia merasakan ada yang berbeda dari Rio. Wajahnya yang manja saat sering kali bersamanya kini tak terlihat diwajahnya. Suasana Romantis dimalam ini berubah menjadi perasaan tak mengenakkan.

“Rio..” Panggil Ify pelan. “Kamu kenapa?” Ia lalu mencoba meraih tangan Rio namun ditepis kasar oleh Rio. Ify secara reflex langsung merasakan rasa sesak didadanya.

“Gue mau kita putus!” Ucap Rio dingin lalu beranjak dari sana. Ify terlonjak kaget. Berbagai duri serasa menusuk didalam dadanya ketika Rio memutuskannya tanpa sebab. Ify hanya bisa menangis dikesunyian malam. Ia tak percaya, Rio akan memutuskan dirinya padahal mereka baru saja jadian. Ify berharap ini hanyalah mimpi buruk baginya.

“Kamu jahat, Io! Kenapa kamu mutusin aku tanpa sebab? Apa kamu hanya mau mainin perasaan aku?” Isak Ify. Ia menutup mukanya dengan kedua tangannya. Rio yang sedari tadi berdiri dibalik pohon hanya bisa menyesali perbuatannya.

“Maafin aku, Fy! Aku benar-benar tulus sayang denganmu. Namun, ada sesuatu yang harus aku jalankan sekarang dan mungkin suatu saat kamu akan mengetahuinya.” Rio lalu beranjak dari sana dengan langkah yang berat. Ia tak tega meninggalkan pujaan hatinya menangis sendirian disana. Namun apa daya, semua yang ia lakukan juga demi Ify, Little Princess.

*****

BRAKKK!!

Ify membanting pintu kamar dengan keras. Sivia dan Agni yang sedang berada disana kaget dengan ulah Ify. Dan baru saja omelan akan keluar dari mulut mereka namun terhenti saat melihat keadaan Ify.

“Fy. Kamu kenapa?” Tanya Agni khawatir lalu duduk disamping Ify. Sivia pun ikut menghampiri Ify dan mengelus punggung Ify pelan guna menenangkan sahabatnya ini.

“R..iioo, Ag….. Rioo!!” nada suara Ify terdengar bergetar menahan tangisannya. Agni penasaran juga bertambah bingung dengan Ify.

“Rio kenapa, Fy?” Kini Sivia yang bicara. Dia sama halnya dengan Agni, penasaran apa yang tengah terjadi dengan Ify.

“Dia mutusin aku!” Isak Ify dengan suara tertahan. Mata Sivia dan Agni membulat tanda tidak percaya.

“Hah?? Yang benar kamu, Fy?? Emangnya kamu ada masalah sama dia??” Tanya Agni dengan raut wajah tak percaya dengan apa yang terjadi dengan sahabatnya.

“Ada apa sih?” Tanya Alvin yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar SIA bersama Cakka. Mereka kaget dengan Ify yang tengah menangis. “Loh?? Kenapa Ify nangis??” Tanya Alvin lalu masuk dan diiringi Cakka.

“Dia.. Dia diputusi sama Rio.” Sivia yang menjawab pertanyaan Alvin. Alvin dan Cakka kaget. Kenapa bisa Rio mutusin Ify tanpa sebab? Alvin lalu mengambil BB dari kantong celana pendeknya lalu mendekatkan telepon itu ke telinganya. “CEPET LO PULANG!! MANUSIA MACAM APA LO!! Pulang atau ada yang bakal terjadi sama lo!!” Alvin lalu melempar kasar hapenya ke kasur Sivia. Yup, Alvin ditelpon sedang membentak siapa lagi kalau bukan Rio.

*****

“ARGGGGGGGGHHHHHH!! Gue bego!! Kenapa sih gue harus jadi gini?? Kenapa?? Kenapa juga mesti gue dijodohin sama si Aren sialan itu!! Shit,” Umpat Rio sejadi-jadinya. Dijodohkan? Aren? Siapa dia dan ada apa sebenarnya?

Yeah. Rio dijodohkan dengan Aren. Anak seorang pengusaha kaya. Wajahnya lumayan manis namun tak bisa menggantikan Ify dihati Rio. Rio terpaksa menuruti kemauan orang tuanya karena itu sebagai tanda balas budi saat orang tua Aren membantu mamanya operasi ginjal waktu itu.

“Kenapa kebaikan harus ada imbalannya?” Desah Rio. Tak terasa air matanya jatuh. Dia sangat sayang dengan Ify namun dia juga tak mau menyakiti perasaan Mamanya.

Drrtt.. Drtt..

Hp Rio bergetar menandakan sebuah telepon masuk ke nomor hapenya. Ia lalu menekan tombol berwarna hijau dan mendekatkannya ke telinganya.

“Hallo?”

““CEPET LO PULANG!! MANUSIA MACAM APA LO!! Pulang atau ada yang bakal terjadi sama lo!!”

Tut.. Tut..

Telepon terputus. Rio tersenyum masam. Alvin, Alvin yang membentaknya ditelepon. Ia tau betul sifat sepupunya ini. Tak tega kalau melihat cewek menangis.

*****

Pagi hari ini begitu cerah. Burung-burung bernyanyi seiring menyambut pagi hari ini. Namun keadaan mendung masih menyelimuti hati Ify. Ia tak menyangka, semua bakal berakhir seperti ini.

“Fy. Yang sabar yah? Tapi kamu harus tetap sekolah.” Ucap Sivia sambil menyisir rambut panjang Ify dengan lembut. Semalaman menangis membuat Ify terlihat berantakan. Rambut nya acak-acakan.

“Iya, Fy. Bagaimana pun masalah yang menghadang kita. Kita harus menghadapinya dengan lapang dada. Siapa tau, kamu bakalan dapat jodoh yang baru dan yang lebih baik daripada Rio.” Ucap Agni memberi semangat kepada Ify. Namun, usahanya hanya sia-sia. Ify tak sama sekali merespon ucapannya. Ia hanya menatap kosong ke depan cermin yang dihadapannya.

“Udahlah, Vi. Kayaknya kita harus biarkan Ify menyendiri dulu.” Ucap Agni akhirnya. Sivia hanya mengangguk pasrah dan meninggalkan Ify sendirian. Mereka lalu berangkat sekolah.

*****

Untuk apa menanam  dan menyiram benih cinta agar tumbuh dihatinya? Kalau tetap akan membuatnya merasa terluka pada akhirnya…..

*****

“Anak-anak. Hari ini kita akan kedatangan murid baru dari Surabaya. Silahkan masuk,” Ucap Pak Dave dikelas Agni-Sivia sembari membawa murid baru. Seorang cewek dengan gaya anggun memasuki kelas Agni dengan tersenyum.

“Hallo teman-teman. Kenalkan aku Zahra Damariva. Kalian bisa panggil aku Zahra. Semoga bisa berteman baik,” Ucapnya mengakhiri perkenalannya. Dilihat dari gayanya kelihatan baik. Sewaktu Sivia-Agni menatapnya dia tersenyum kepada mereka. Agni dan Sivia pun membalas senyuman Zahra.

“Yasudah kamu Zahra duduk dibelakang Agni.” Ucap Pak Dave. “Agni. Angkat tanganmu!” Agni lalu mengacungkan tangannya. Zahra mengangguk lalu tersenyum dan segera duduk dibelakang Agni, Zahra duduk dengan Nadya.

“Haii, aku Zahra.” Zahra mengulurkan tangannya kearah Sivia dan Agni.

“Sivia.”

“Agni.”

Setelah mereka berkenalan pun pelajaran dilanjutkan lagi. Anak-anak dengan tenang mengikuti jam pelajaran sampai selesai.

*****

Jam istirahat  pun berdentang. Agni dan Sivia ingin beranjak keluar setelah bersalaman dengan guru yang mengajar. Namun, ada yang menghentikan langkah mereka.

“Boleh aku ikut dengan kalian?” Tanya gadis itu. Siapa lagi kalau bukan Zahra.

“Boleh lah. Masa nggak boleh? Yuk!” Ajak Sivia ramah. Agni jadi merasa sedikit risih dengan kelakuan Zahra. Ia jadi merasa sedikit curiga dengan kelakuan Zahra yang ‘SKSD’ itu.

Mereka pun berjalan beriringan ke kantin. Sivia dan Zahra sesekali bercanda bersama, namun beda dengan Agni. Ia sepanjang jalan hanya diam dan sesekali melirik kearah Zahra dengan tatapan sedikit merasa jijik dengan kelakuan Zahra.

“Agni!!” Panggil seseorang saat mereka melewati kelas 12. Agni menoleh ke sumber suara lalu mendapati Cakka tengah berlari kearahnya.

“Say. Nanti pulang bareng ya!” Kata Cakka dengan senyum manis dibibirnya. Agni mengangguk. “Yasudah, Bye Sayangku.” Cakka lalu berlari kearah lapangan basket. Agni sudah tau bakalan apa yang Cakka lakukan disana apa lagi kalau bukan bermain basket dengan Rio dan Alvin.

Zahra menatap wajah Cakka hampir tak berkedip. Ia terpesona –mungkin- dengan Cakka yang notabennya adalah kekasih Agni.

“Dia siapa?” Bisik Zahra ke Sivia. Namun dapat dan masih sangat terdengar jelas oleh Agni.

“Dia Cakka. Kenapa?” Tanya Sivia dan balas berbisik ke Zahra. “Dia siapanya Agni?” Lanjut Zahra –masih berbisik-.

“Pacar Agni.” Jawab Sivia seadanya dan Zahra masih membisikkan sesuatu ke telinga Sivia. “Kok mau sama Agni yang item itu? Mendingan juga aku.” Bisik Zahra dan langsung membuat emosi Agni naik.

Agni lalu menarik kerah baju Zahra. Tak peduli dia cewek atau cowok. Agni sudah emosi dari tadi dengan kelakuan Zahra yang sok kenal dan sok dekat sama mereka. Zahra sedikit takut melihat tampang Agni yang kelihatan memang benar-benar marah.

“Maksud lo apa, hah?? Gue ada ngehina lo gitu?? Lo Cuma anak baru dan jangan sok kecakepan. Muka pas-pasan aja belagu lo. Dan satu lagi CAKKA itu pacar gue!! Sampai gue tau lo ngedeketin dia lo bakalan tau akibatnya. Gue bukan sekedar ngancam lo tapi gue juga bisa nekat atau ngebunuh lo kalau batas kesabaran gue udah habis!!” Agni benar-benar emosi. Ia lalu melepaskan cengkramannya dikerah seragam Zahra dan mendorong Zahra hingga ia jatuh tersungkur ke lantai. Sivia tak berbuat apa-apa dan dia memang mengakui bahwa Zahra yang salah. Agni lalu meninggalkan tempat itu dan segera disusul oleh Sivia.

“Gue atau lo yang bakalan dapetin Cakka??”

*****

Ify duduk termenung dikamarnya. Ia menatap langit yang begitu cerah hari ini. Namun kenapa tak secerah hatinya?? Sungguh Ify sangat kecewa dengan Rio atas keputusan yang telah ia perbuat. Apa tak bisa Rio menjelaskan semuanya dulu terhadap Ify??

Ify sangat iri dan begitu iri melihat dua ekor burung yang tengah bercengkrama dengan pasangan masing-masing. Ify ingin merasakan hal yang sama. Namun semua baginya mungkin mustahil.

*****

“Cakkkaaaa!!!” Teriak seseorang. Cakka yang sedang asyik memainkan bola basket yang ditangannya pun menoleh dan tak sengaja bola itu terlempar ke kepala Alvin.

“Gila lo, Kka. Sakit nih kepala gue!!” Omel Alvin sambil mengusap-ngusap kepalanya. Cakka tak menghiraukan omelan Alvin dan lalu mendatangi Obiet –orang itu-.

“Kenapa, Biet??” Tanya Cakka saat melihat Obiet yang mendatangi dirinya dengan ngos-ngosan.

“Tadi Agni berantem sama cewek!! Gue gatau namanya. Dia kayaknya murid baru.” Jelas Obiet yang membuat Cakka terbelalak kaget.

“What?? Sekarang Agni dimana??” Tanya Cakka.

“Dia ditaman belakang sekolah kayaknya!” Jawab Obiet. Cakka menepuk pundak Obiet sebagai tanda terima kasih dan segera menyusul Agni.

*****

“Hiks.. Hiks.. Aku nggak mau kehilangan Cakka, Vi. Hiks.. Hiks!!” Isak Agni didalam pelukan Sivia. Sivia mencoba menenangkan Agni.

“Udah. Udah. Cakka nggak bakalan kemana-mana kok, Ag. Dia bakal jadi milik kamu.” Sivia menenangkan Agni. Ia mengusap-ngusap punggung Agni. Agni menangis seperti anak kecil yang kehilangan permen.

“Tapi Zahra.. Hiks. Hiks.” Lanjut Agni tetap menangis. Cakka yang sudah lama berdiri dibelakang mereka berdua pun cuma menahan tawa melihat gadis cuek dan tomboy itu kini menangis tersedu menangisi dirinya.

“Ehem. Gak mau kehilangan Sayang mu yang ganteng ini ya??” Goda Cakka dari belakang sambil bersiul. Kedua tangannya dimasukkan ke kedua kantong saku celananya. Agni yang menyadari Cakka berada dibelakangnya segera menghampiri Cakka dan memeluknya erat.

Sivia yang mengerti akan tatapan Cakka terhadap dirinya lalu tersenyum dan dengan sangat bersedia meninggalkan tempat itu untuk membiarkan pasangan yang sedang galau ini menemukan solusi terbaik untuk mereka.

“Jangan tinggalin aku, Kka!” Ucap Agni dipelukan Cakka dan masih saja terus menangis. Cakka lalu melepaskan pelukan kekasihnya itu lalu mengangguk dan mencium kening Agni dengan lembut.

******

“Ify, sekarang lo lagi ngapain?? Gue kangen sama lo.” Lirih Rio sembari melihat wallpaper dihpnya yang tertera gambar Ify dan dirinya saat berada ditaman bunga.

“Gue tau gue salah udah mutusin lo. Tapi gue nggak bisa ngebohongin perasaan ini kalau gue benar-benar kehilangan lo!!” Lanjut Rio. Ia sangat merasa terpukul kalau harus terus menerus seperti ini. Sama saja dia melukai dirinya sendiri.

Drtt.. Drtt..

Hp Rio bergetar tanda sebuah telepon masuk. Dilihatnya layar hpnya yang sedang kedap-kedip dengan nama ‘Aren calling’. Bukannya malah menjawab Rio malah tersenyum kecut lalu meriject telpon tersebut.

“Gue nggak cinta sama lo, Aren.” Ucap Rio tersenyum miring. Entah apa yang bakal dia lakukan sekarang atas calon istrinya itu.

*****

“Sivia. Agni tadi kenapa??” Tanya Alvin saat Sivia membawakan sebotol air mineral untuk Alvin yang tengah istirahat bermain basket.

Sivia duduk disebelah Alvin dan menyodorkan minuman tersebut. “Biasa lah. Agni takut kalau Cakka direbut sama Zahra.” Jawab Sivia.

“Zahra?? Siapa dia??” Tanya Alvin dengan muka bingung. Nama Zahra terasa asing baginya.

“Murid baru dikelasku.” Jawab Sivia. Alvin cuma ber-o ria dan melanjutkan acara santai mereka berdua.

*****

Tidak ada komentar: