Senin, 26 September 2011

Aku dan Bintang (Part4)


*****

Drtt.. Drrrtt..
Tiba-tiba hp Cakka bergetar. Pertanda sebuah telepon masuk di handphonenya. Cakka dengan sigap memencet tombol berwarna hijau untuk mengangkat telepon tersebut.

“Hallo tante. Kenapa, tan?” Jawab Cakka saat menerima telepon itu. Alvin dan Rio berpandangan heran.

“Apa? Baik tante. Cakka segera kesana!” Cakka lalu mematikan handphonenya dan segera berlari meninggalkan kelas. Rio dan Alvin juga mengikuti Cakka.

@Rumah Sakit

                      Cakka, Alvin dan Rio dengan tergesa-gesa menelusuri lorong demi lorong rumah sakit dengan perasaan khawatir. Apalagi dengan Cakka. Hatinya bagai tersayat saat mendengar pujaan hatinya ‘kecelakaan’. Yah, Agni kecelakaan saat ingin beranjak ke sekolah dengan sepeda motor.

Ia kini memasuki ruangan yang bernuansa serba putih dirumah sakit itu. Dilihatnya seorang cewek sedang terbaring lemah diatas tempat tidur dirumah sakit dengan bermacam kabel berwarna melekat ditubuhnya. Ia kini terbaring lemas dengan mata tertutup sendu.

Cakka lalu keluar dari ruangan itu dengan perasaan hancur. Tak bisa dipungkiri ia sangat terpukul dengan apa yang terjadi dengan Agni saat ini. Cakka tersandar dipintu ruangan kamar Agni.

“Cakka,” Panggil seseorang dengan suara sedikit bergetar. “Kamu yang sabar, ya.” Lanjutnya. Cakka mendongak dan mendapati Bundanya Agni berdiri dengan wajah sembab akibat menangis terus-terusan.

“Tante.” Lirih Cakka pelan. Ia beranjak lalu duduk dikursi penunggu rumah sakit yang berada didepan kamar Agni. Alvin dan Rio Cuma bisa melihat Cakka dengan perasaan sedih. Mereka sangat bisa merasakan bagaimana sakitnya Cakka saat ini.

“Kka sabar. Gue tau Agni pasti kuat ngadepin semuanya! Sekarang lo mending berdo’a buat dia.” Kata Rio lalu duduk disebelah Cakka. Ia ingin menenangkan sepupunya ini.

“Tante.. Tante, mana Agni?” Tanya seorang cewek yang baru saja datang dengan cewek lainnya, siapa lagi kalau bukan Sivia dan Ify. Mereka sangat khawatir dan hampir saja menangis.

“Agni didalam.” Jawab Bunda Agni masih diiringi isakannya. Tanpa basa-basi lagi Sivia dan Ify langsung masuk ke dalam ruangan yang dimaksud. Betapa terpukulnya mereka saat melihat Agni berbaring tak berdaya diatas kasur yang berwarna serba putih itu.

“Agni? Itu Agni? Bilang Fy itu bukan Agni.” Sivia shock dengan apa yang dilihatnya. Urat-uratnya kini serasa menghilang dari tubuhnya. Hingga dia sampai tak bisa berdiri lagi untuk menopang tubuhnya. Ify mengusap-ngusap pundak Sivia.

“Itu Agni, Siv. Sekarang kita keluar saja ya?” Pinta Ify lalu mengajak Sivia untuk keluar dari ruangan itu. Sivia mengangguk lemah.

*****
                Sudah 4 hari Agni terbaring lemah dirumah sakit. Ia sampai sekarang masih belum sadar. Pendarahan di otaknya yang cukup mengeluarkan banyak darah sangat membuatnya lemah hingga membuat Agni koma untuk beberapa hari.

Cakka dengan langkah sedikit gontai memasuki ruangan Agni yang serba putih. Ia lalu meletakkan sebuket bunga mawar putih yang masih segar diatas meja yang berada disamping tempat tidur Agni. Cakka lalu duduk ditepian ranjang dan menatap Agni dengan seulas senyum diwajahnya.

“Cepat sembuh ya, Ag. Aku tau pasti kamu kuat. Oiya, Ag. Maafin aku ya waktu itu udah ngejek sama musuhin kamu. Aku malah kena karmanya nih, ya karma ku yang sedang dijalanin sekarang adalah bisa jatuh cinta dengan gadis semanis kamu. Hhe, kamu walaupun tidur tetep manis ya, Ag? Aku baru sadar loh.. Hmm. Kapan kamu mau buka mata buat aku, Ag? Kalau kamu buka mata pasti aku akan seneng banget. Dan aku niatnya mau nembak kamu jadi pacar aku saat kamu buka mata. Gapapa kan, Ag? Sejak kejadian malam itu aku ke inget wajah kamu yang manis terus. Gak bisa dilupain deh pokoknya..” Cerita Cakka dengan antusiasnya walaupun ia tau yang sedang ia ajak bicara ini entah bisa mendengar suaranya atau tidak. Ia lalu melirik jam yang melingkar ditangannya, “Aku pergi dulu ya, Ag.  Sampai nanti, baby!” Cakka lalu mengecup kening Agni lembut dan beranjak dari sana. Agni yang ‘samar-samar’mendengar suara Cakka yang begitu tulus pun Cuma bisa menitikkan air mata walaupun matanya masih terpejam.

*****

“Alvin. Gue rasa sekolah diliburin aja dulu satu minggu. Gak tenang gue harus sekolah. Di sekolah gue keinget Agni terus!” Cakka berbaring menatap langit-langit kamarnya yang bernuansa cokelat kehitaman itu dengan lampu berwarna putih dengan cerah menyala. Alvin yang tengah memainkan Bbnya pun menghentikan aktifitasnya sebentar, ia sedang BBM-an dengan siapa lagi kalo bukan Sivia.

“Bisa diatur!” Balas Alvin enteng lalu melanjutkan acaranya sendiri. Cakka beranjak dan lalu duduk disamping Alvin.

“Kok gue bisa cinta sama Agni ya, Vin?” Tanya Cakka polos. Alvin menatapnya heran.

“Kemakan karma tuh.” Lagi-lagi Alvin hanya bisa membalas pertanyaan Cakka dengan singkat. Yang ada Cakka malah gedeg jadinya!

“Kalo gue jadian sama dia. Lo setuju gak?” Tanya Cakka lagi. Alvin menanggapinya dengan mengangguk.

‘Plookk’

Cakka melemparkan bolpoin yang sedari tadi berada ditangannya ke kepala Alvin. Alvin hanya bisa meringis kesakitan.

“Nyesel gue punya sepupu kayak es batu!” Umpat Cakka lalu berbaring memeluk gulingnya. Alvin Cuma menatapnya dingin dan melanjutkan acaranya sendiri.

*****

               Dua sejoli yang sedang dimabuk asmara masing-masing ini kini tengah menikmati malam dengan berdua. Walaupun tak ada jalinan kasih antara mereka. Hanya mempunyai sekedar rasa suka yang dimiliki oleh masing-masing hati pemiliknya.

“Fy. Gue mau ngomong sesuatu sama lo,” Katanya memecah keheningan malam. Ify menoleh dengan wajah tersenyum namun matanya terlihat agak sedikit sembab. Mungkin terlalu lama menangisi keadaan sahabatnya itu.

“Mau ngomong apa?” Tanya Ify dengan suara agak sedikit serak.

“Hmm.. Gue tau, ini mungkin bukan waktu yang tepat gue ngebilang ini sama lo. Dan gue juga baru kenal sama lo beberapa hari ini. Namun gue gak bisa ngebohongin rasa gue sendiri. Jujur, gue suka sama lo sejak pertama kali kita ketemu di Mall, ditoko gue.” Ucapnya dengan bersungguh-sungguh. Ify tersenyum menanggapi ulah dan tingkah lelaki didepannya ini. Laki-laki ini lalu berlutut dihadapan Ify dan memegang kedua tangan Ify dengan lembut. Ify agak sedikit kaget melihat tingkah lelaki ini.

“Fy. Would yo want to be my girlfriend?” Tembaknya dengan pancaran mata bagai sang rembulan yang mampu menusuk ke dalam raga manusia. Ia sangat bersungguh-sungguh dengan bola mata dipenuhi rasa ketulusan.

“Io, aku harap. Kamu bisa memberi aku waktu untuk beberapa hari menjawab pertanyaan kamu. Aku gak bisa ngasih jawaban sekarang. Kamu ngerti kan keadaan untuk sekarang ini tidak memungkinkan? Masa aku harus tega bahagia diatas penderitaan Agni yang kini tengah terbaring lemah didalam ruangan yang serba putih?” Ucap Ify. Ia lalu menarik Rio untuk duduk kembali disampingnya. “Aku akan menjawab pertanyaan kamu setelah Agni sadar dari komanya. Kalau kamu memang cinta sama aku dengan tulus. Aku yakin, kamu akan tahan menungguku.” Ify lalu beranjak dari sana dan meninggalkan Rio yang tengah duduk mematung mendengarkan dan mencerna omongan Ify.

“Gue akan tunggu lo, Fy.” Tekad Rio.

*****

1 minggu kemudian..

Ify dan Sivia kini berencana untuk menginap dirumah sakit menemani sahabatnya.

“Agni. Bangun dong. Aku bawain bubur kesukaan kamu nih. Enak loh,” Pamer Sivia berharap agar Agni membuka matanya dan memintanya untuk menyuapi bubur itu ke mulutnya. Air mata Sivia merambas lagi jatuh untuk kesekian kalinya. Ia sangat merasa sedih melihat keadaan Agni sekarang. Sahabatnya yang dulu bawel kini Cuma terkulai lemah diatas ranjang rumah sakit.

Ify sedang menuju rumahnya untuk mengambil baju dan barang-barang lainnya. Dan sekaligus untuk mengambilkan punya Sivia juga.

“Sivia..” Panggil Ify ketika dirinya sudah sampai dirumah sakit. Ia melihat Sivia tertidur di sofa. Mungkin, karena kecapean menangis terus. Ify lalu menaruh barang-barangnya ke samping sofa. Dan lalu duduk disamping tempat tidur Agni.

“Agni. Cakka sekarang berubah loh, dia sering kesini bawain kamu bunga dan bawain kamu boneka. Banyak banget tuh. Aku harap kamu malam ini bisa ngebuka mata kamu dan melihat semua barang-barang itu ya. Oke?” Ify memegang tangan Agni yang terasa hangat. Tak berapa lama pun ia tertidur pulas disamping Agni.

*****

Matahari menerobos masuk melalui celah-celah jendela dikamar rumah sakit itu. Dengan lembutnya angin membelai benda apa saja yang bisa disentuhnya. Gorden diruang itu menari kesana-kemari menikmati irama yang dirasakannya.

Perlahan-lahan mata Agni terbuka. Matahari serasa menerobos masuk ke sela-sela matanya untuk menyuruhnya bangun dari tidur nya beberapa hari ini yang membuat orang lain sangat khawatir. Sungguh keajaiban.

“I….fy…” Panggil Agni terbata dengan selang pernafasan masih menempel di hidungnya. Yang mempunyai nama pun merasa terpanggil dengan dibantu oleh gerakan tangan Agni yang sedikit demi sedikit bisa membangunkannya. Ify mengerjap-ngerjakan matanya. Siapa tau ini hanya mimpinya yang sangat berharap Agni membuka mata untuk sedikit saja.

“Agni?” Ucap Ify yang tak percaya melihat kejadian ini. Ia lalu mencubit lengannya sendiri dan berharap ini bukan mimpi. “Wadaww, sakit!” Ringis Ify lalu mengusap-ngusap tangannya yang dicubitnya. Ia tersenyum bahagia. Ia langsung bergegas keluar untuk memberitahu dokter atas kesadaran Agni.

“Dokteerrr.. Sustteeerrr.. Agnii sadaarrr..” Teriak Ify didepan pintu kamar ruangan Agni. Dengan secepat kilat Dokter dan Suster menuju ke ruangan Agni. Dengan senyum merekah, Ify mengikuti dokter. Dokter lalu memeriksa keadaan Agni, Ify jadi gemetar sendiri dibelakang dokter.

“Gimana, dok?” Tanya Ify langsung saat dokter telah selesai memeriksa Agni. Dokter tersenyum.

“Keadaan Agni sudah membaik dan bisa dipindahkan ke ruang inap sore ini.” Dokter lalu berlalu dan Ify segera menghampiri Agni.

“Aku kangen kamu Agni. Kamu udah lewat 1 minggu koma. Kasian tau Bunda dan Ayahmu yang nangis terus-terusan dan juga Cakka.” Ify menangis layaknya anak kecil. Ia lalu mengusap air matanya. Agni tersenyum tipis. Matanya lalu melihat ke arah sofa dimana seseorang tertidur dengan pulasnya bagai anak kecil. Otak jail Agni lalu berputar dan ia segera mengambil sesuatu benda diatas meja yang berada disamping tempat tidurnya. Sebuah tutup botol aqua. Agni lalu melempar botol itu ke arah Sivia.

“Hmmm..” Sivia lalu membuka kedua matanya yang masih merem melek. Ia mengusap-ngusap matanya demi memperjelas penglihatannya.

“Ifyy?”

“Agniii?” Sivia dengan cepat melompat dari atas sofa menuju tempat tidur Agni. Agni tersenyum melihat kelakuan Sivia.

“Agniii.. Aku kangen kamu!” Sivia lalu memeluk sahabatnya yang masih terbaring. Sivia lalu melepaskan pelukannya dan segera duduk disamping Ify. Matanya terlihat berkaca-kaca.

“Kok nangis? Hehe.. Sekarang kan aku sudah sadar. Jadi gak usah nangis lagi dong,” Hibur Agni sembari melihat ke arah meja yang dipenuhi boneka dan aneka buah. Ia mengerutkan keningnya.

“Itu dari siapa? Perasaan kalo Bunda sama Ayah gak mungkin mau beliin aku boneka. Sudah sejak kecil tuh,” Tutur Agni lalu mengambil sebuah boneka berwarna biru dengan bulu lebat. Boneka teddy bear. “Lucu.” Gumam nya.

“Itu dari Cakka, Ag. Dia rutin kesini. 4 hari loh dia bermalam disini buat jagain kamu.” Jelas Ify. Agni Cuma memandang Ify sebentar lalu mengalihkan pandangannya lagi ke arah boneka kecil itu.

“Cakka suka sama kamu kayaknya,” Celetuk Sivia yang berhasil membuat jitakan mendarat dikepalanya dari Ify.

“Jangan asal ngomong.” Sivia merengut.

“Aku gak asal ngomong. Emang bener kok.” Kukuh Sivia dengan muka cemberut. Ify mencubit kedua pipi Sivia keras.

“Udah, jangan berantem.” Lerai Agni. Ify-Sivia pun akhirnya diam. Tiba-tiba terdengar langkah menuju ruangan Agni. Ia sudah hafal dengan langkah kaki ini. Ini langkah kaki orang tuanya.

“Agnii.. Allhamdulilah. Kamu sudah sadar,” Haru Bunda Agni lalu memeluk Agni dengan rasa sayang dan rindu yang mendalam. Sudah sangat rindu dengan putrinya ini.

“Iya, Bun. Agni kangen sama Bunda Ayah dan Acha.” Agni melihat ke arah pintu juga berdiri sosok orang yang dirinduinya ‘mungkin’ dengan senyum tulusnya. Siapa lagi kalau bukan, Cakka.

“Kak.. Kakak lama banget tau koma. Acha kangen banget sama kakak. Acha juga rindu dengan hasil fhoto bintang jepretan kakak.” Celoteh Acha sambil memegang erat tangan Agni. Ayah dan Bundanya Cuma tersenyum melihat kelakuan putri bungsunya. Agni lalu melirik ke arah pintu.

“Mau jadi satpam disitu?” Sindir Agni pada Cakka. Cakka menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Lalu dengan langkah malu-malu ia mendekat kearah Agni dan lainnya.

*****

Aku dan Bintang (Part3)


*****

 “Eh, elo kan yang ditoko kemaren ya?” Tanya nya. Sivia mengangguk ragu. “Ternyata adik kelas gue toh. Baru tau!” Lanjutnya lalu mengalihkan pandangannya ke tempat dimana sepupunya berada. Sivia cepat-cepat membuat pesanan temannya dan meninggalkan kantin yang penuh sesak itu.

“Hosh.. Hosh!” Sivia sampai dengan ngos-ngosan dimeja Ify dan Agni dimana berada. Ify-Agni menatap Sivia bingung.

“Kenapa kamu?”

“Dikejar hantu ya? Atau dikejar macan?”

Pertanyaan konyol terlontar dari mulut Agni dan Ify. Sivia mengatur nafasnya yang ngos-ngosan seperti orang asma.

“Ipyy.. Ternyata cowok yang aku liat kemaren itu kakak kelas kita. Astaga, tapi kok aku selama sekolah disini gak pernah ngeliat dia ya?” Tanya Sivia kepada dirinya sendiri dengan bingung.

“Yajelas kamu gak liat. Orang waktu kelas X aja kamu kutu buku, Vi. Diam nya diperpustakaan terus. Gimana mau ngeliat kakak kelas yang cakep-cakep.” Komentar Ify sambil menyeruput es jeruknya. Agni mengedarkan pandangannya.

“Cakka? Sama orang yang tadi lari pagi ya? Berarti yang nganter aku tadi orang yang ku liat tadi pagi dong?” Gumam Agni saat melihat Cakka dkk. Ify dan Sivia mengikuti kemana arah mata Agni melihat.

“WHAATTT?? ITU COWOK YANG KU LIAT KEMAREN!! YANG MILIHIN KALUNG.” Teriak Ify histeris. Sampai-sampai seluruh murid dikantin melihat ke arahnya. Sivia dan Agni jadi ikutan malu sendiri karena tingkah Ify. Agni lalu menarik tangan Ify dengan kasar sehingga Ify terduduk.

“Fyy.. Kamu bikin malu tau gak!” gereget Agni ingin sekali meremas-remas tangan Ify. Ify Cuma nyengir.

“hhe. Itu Ag. Apa itu, spontan Ag. Hhe, Iya kan Vi?” Ify menyenggol Sivia dengan lengannya untuk meminta persetujuan. Tapi Sivia hanya memeletkan lidahnya.

“Yang kamu liat kemaren kak Rio ya, Fy?” Tanya Sivia sambil mengaduk-ngaduk es nya. Ify mengangguk. “Jadi namanya Rio ya, Vi? Aaa. Namanya bagus seganteng orangnya.” Lagi-lagi Ify histeris namun suaranya dikecilkan.

“Berarti yang kamu liat kak Alvin dong, Siv?” Tanya Ify dengan tatapan pengen tau. “Iya kali.” Jawab Sivia seadanya.

“Heh! Cewek jadi-jadian.” Tiba-tiba Cakka mendatangi Agni dengan nada mengejek. Dibelakang Cakka ada Rio dan Alvin.

“Apa lo? Kalo gue cewek jadi-jadian terus lo apa dong? Playboy sok kegantengan atau cicak kudisan?” Ketus Agni. Ia semakin kesal saat melihat Ify dan Sivia tengah asyik berkenalan dengan Rio dan Alvin, begitupun sebaliknya.

“Gue CAKKA! Bukan CICAK!” Cakka tak kalah ketusnya.

“Ohya? Terus gue nanya?” Jawab Agni santai dengan tawa mengejek. “gue gak mau nyari masalah sama lo. MA-LES!” Agni lalu menarik kasar tangan Sivia dan Ify yang tengah asyik tuker-tukeran nomor hp dengan RiVin.

“Nanti aku sms yaa, Fy!”

“Gue nanti ngsms lo, Viiaaa..”

Teriak Alvin dan Rio dengan muka berseri-seri.

“Woy cecunguk. Gue lagi berantem lo malah asyik-asyikan kenalan sama temennya cewek jadi-jadian. Gak sohib lo berdua!” Cakka lalu menjitak kepala Rio-Alvin dengan nafsu.

*****

                  Agni lalu menghempaskan tubuhnya diatas sofa diruang tamunya. Mukanya ditekuk. Hari ini adalah hari buruk baginya.

“Kak Agni kok cemberut?” Tanya Acha yang baru saja datang dari kamarnya. Ia dengan seksama memperhatikan muka Agni.

“Itu loh, Cha. Kak Cakka mu sungguh nyari masalah sama kak Agni!” Sungut Agni sebal. Lalu memakan cemilan dengan lahapnya. Acha membulatkan matanya.

“Ihh. Masa lagi sebel makannya lahap gitu?” Tanya Acha heran. Agni Cuma nyengir.

“Kenapa kamu, Ag? Gimana sekolah barunya? Rame?” Tanya Bundanya lalu duduk disamping Acha dan membelai rambut putri bungsunya itu.

“huaaaaa! Gak rame, Bundaa. Malah nyebelin hari ini. Huhu” ringis Agni dengan manjanya. Bundanya tersenyum kecil.

“Hmm. Baru pertama aja kali, Ag. Oh iya, hari ini kamu nanti siap-siap ya jam 03 sore. Bunda sama Ayah mau kerumah Tante Idha.” Pesan Bundanya. Agni melotot.

“Hah? Kerumah Tante Idha? Gak, aku gak mau, Bun. Yang nyebabin hari ini sangat buruk bagi dede itu anaknya tante Idha. Dede gak mauuuuu.” Tolak Agni histeris. Ia mencak-mencak.

“Harus mau, kamu harus nemenin bunda. Kalau nggak kamu bunda kembaliin lagi ke London bersama nenekmu. Mau?” Kata Bundanya yang lebih menjurus mengancam. Agni menarik nafas dan mengangguk dengan lesu.

Agni sama sekali tak mau kembali lagi ke London karena disana neneknya sangat cerewet. Agni tak boleh ngelakuin itu, gak boleh ngelakuin ini. Harus bersikap seperti wanita kayak sepupunya Zevana. Idih, neraka di dunia itu bagi Agni.

“Baguuss,” Teriak Acha sembari memperagakan seperti Bundanya. Yang semakin membuat Agni kesal, Bundanya hanya tertawa renyah melihat kelakuan kedua putrinya.

******

                 Agni sedang asyik berkutat dengan laptopnya. Walaupun jam sebentar lagi menunjukkan hampir jam tiga sore. Ia sama sekali tak mau beranjak dari atas kasurnya. Apalagi harus menemui si cicak kudisan. Apa kata dunia? Hii. Agni bergidik tanda ngeri. Ia menatap jam yang lima menit lagi jam tiga sore. Tapi Agni hanya memeletkan lidahnya ke arah jam dinding.

“Mau kamu sampe jam empat juga aku gak bakalan mau kerumah cicak kudisan!” Agni memeletkan lidahnya ke jam dinding. Lalu beralih lagi ke layar laptopnya.

“AGNIII! CEPETAN. BUNDA SAMA AYAH BENTAR LAGI PERGI. KALAU NGGAK JATAH UANG SAKU SEKOLAH KAMU SAMA SEKALI GAK ADA!” Ancam Bundanya dari luar kamar Agni. Agni merengut mendengar ancaman itu. Terpaksa ia harus segera berdandan dan memakai dress selutut berwarna putih ke ungu-unguan.

                          Tak selang berapa lama Agni telah siap dengan dress berarwa putih ke ungu-unguan miliknya yang baru saja dibelikan bundanya. Ia memakai pita keperakan dipinggangnya dan bandana berwarna ungu dikepalanya. Ia sangat cantik berpenampilan seperti ini. Namun sayang. Ini bukanlah tipe fashion yang disukainya. Ia segera memakai higheelss berwarna putih kekuningan dan segera menemui Acha, Bunda dan Ayahnya diruang tengah.

“Wah. Anak ayah cantik.” Puji Ayahnya saat melihat Agni. Yang diperhatikan hanya memasang muka Be Te.

“Yasudah, ayuk kita berangkat nanti kita terlambat. Ini saja sudah jam tiga lewat 10 menit.” Kata Bunda Agni. Akhirnya mereka pun berangkat kerumah keluarga Nuraga.

@Rumah – Keluarga Nuraga –

                  Rumah Agni dan Rumah Cakka sama sekali tak jauh. Hanya berbeda blok saja. Agni di Blok C sedangkan Cakka di blok E. sekarang mereka sudah sampai dan muka Agni masih saja dengan tampang ‘cemberut’ memasuki rumah keluarga Nuraga.

“Agni. Muka mu jangan gitu dong, Sayang. Gak baik,” tegur Bundanya setengah berbisik. Ayah Agni kini mengetuk pintu rumah yang sangat besar itu. Tak berapa lama terlihat seorang wanita paru baya kini tengah keluar dari pintu rumah itu yang tak lain siapa lagi kalau bukan, Tante Idha.

“Eh jeng, silahkan masuk.” Ucap Tante Idha ramah. Keluarga Agni lalu memasuki rumah yang sangat nyaman itu.

@Ruang Makan

“Wah. Agni beda banget ya, jeng. Pakai gaun tambah cantik dan manis.”Puji tante Idha yang terus memperhatikan Agni. Agni yang dipuji hanya tersenyum, senyum masam. Matanya melihat-lihat ke seluruh ruangan. Niatnya sih mau nyari Cicak kudisan.

“Oiya. Saya hampir lupa, Cakka.. Cakkaa sini sayang.” Panggil Tante Idha. Cakka yang dipanggil pun hanya mendecak kesal. Ia paling males kalo sudah disuruh di acara-acara seperti ini. Apalagi harus ketemu Cewek jadi-jadian. Cakka melangkah lesu ke ruang makan dengan muka ditekuk.

“Hmm. Jeng, suami mu mana?” Tanya Bunda Agni disela-sela memakan makanannya.Tante Idha tersenyum.

“Suami saya lagi tugas ke luar negeri, Jeng. Makanya gak bisa ikut disini.” Jawab Tante Idha. Bunda Agni hanya mengangguk tanda meng’Oh’kan.

“Niat mama sama Bunda Agni berkumpul disini ingin menjodohkan kalian, kka.” Ucap Tante Idha disela-sela makannya. Agni dan Cakka yang sedang meneguk makanan pun hampir tersedak.

“Hah? Dijodohin? Gak mauuuuuu!” Tolak Agni dan Cakka serempak. Ia menatap orang tuanya masing-masing.

“yee.. kak Cakka bakalan jadi kakak Acha. Yeyeye.” Teriak Acha girang. Cakka dan Agni hanya melihat Acha yang senang dengan tersenyum masam.

“Ayah. Bunda. Agni gak mau dijodohin, Agni bisa nyari pacar sendiri kok, Yah, Bun. Ayolah, ini bukan zaman Siti Nurbaya lagi. Ah, bunda sama ayah gak asik ah.” Rengek Agni kayak anak kecil dengan memasang tampang memelas.

“Cakka gak mau, Ma. Cakka lagian juga udah punya pacar. Ayolah, Batalin ya Ma? Mama baik deh. Kalo Cakka dijodohin nanti pacar Cakka gimana?” Ucap Cakka berbohong demi kebatalan perjodohan ini.

“Gak ada tapi-tapian. Kalian tetap akan kami jodohkan. Sekarang Agni dan Cakka ke halaman belakang” Tegas Mama Cakka. Agni dan Cakka pun dengan langkah gontai menuju halaman belakang.

@Halaman Belakang

“Huaaa. Bintang! Gimana ini? Masa aku harus dijodohin sama Cicak kudisan? Apa kata dunia.” Adu Agni kepada Bintang yang layaknya seperti ia mengadu dan bercerita ke seseorang. Ia mencelupkan kakinya ke dalam kolam air renang. Dan diayun-ayunkannya.

“gue juga gak mau dijodohin sama cewek jadi-jadian kayak lo.” Ujar Cakka lalu duduk disamping Agni. Agni menatap Cakka males lalu menatap ke arah langit yang kini penuh dengan bintang.

“Oiya. Gue nemuin ini nih tadi didepan pintu taman belakang. Punya lo ya? Penuh sama fhoto bintang-bintang.” Cakka lalu menyerahkan sebuah buku yang memang milik Agni.

‘Ternyata dia ada sisi baiknya juga ya.’ Batin Agni yang tengah merasa nyaman didekat Cakka.

“Thanks.” Ucap Agni singkat lalu menaruh buku itu ke dalam tasnya lagi. Cakka ikut mencelupkan kakinya ke air kolam renang. Terlihat genangan cahaya bulan nampak di kolam renang. Hening terjadi diantara mereka.

“Kenapa suka sama bintang?” Tanya Cakka membuka keheningan malam itu. Yah, entah kenapa mereka males sekali saat ini berdebat dengan yang sebenarnya masalah tidak penting. Agni menghembuskan nafasnya.

“Gue suka sama bintang sedari kecil. Dulu gue gak punya teman seorang pun. Semuanya ngejauhin gue karena gue jelek. Gue dulu kutu buku. Makanya gue dulu make kacamata yang super besar. Orang yang gue anggep temen pasti ngejelek-jelekin gue. Sampai saat itu gue punya teman yang baik sama gue. Dia gak ngebeda-bedain gue sama yang lain. Gue senang banget ketemu dia, namanya Bintang. Dan gak berapa lama setelah gue temenan sama dia, dia meninggal dunia karena kecelakaan dan dia jatuh ke jurang yang dalem banget. Dan mulai saat itu, gue Cuma bisa ngadu ke bintang. Gue yakin dia selalu liat gue diatas sana.” Cerita Agni diiringi senyum manisnya. Cakka mendengarkan cerita Agni dengan seksama.

“Hmm. Sorry gue ngungkit semua masalah lo dulu. Gue gak tau.” Cakka meminta maaf dengan Agni. Agni hanya mengangguk kecil.

“tumben kita gak berantem.” Celetuk Agni melirik Cakka jail. Cakka yang tengah main air pun meliriknya.

“Oooh. Jadi pengen kita berantem nih jadinya?” Cibir Cakka.

“Hhe. Enggak ah. Males gue kalo berantem terus sama lo. Bosaaann. Sekalian gitu saat berantem gue mau nyeburin lo ke jurang.” Agni cekikikan.

“Oohh. Siapa yang terjun ke jurang duluan.” Sindir Cakka lalu dengan cepat berdiri dan menceburkan Agni ke dalam air kolam. Cakka tertawa puas.

“Aaaaahh, Cakka. Dingin tau, gue jadi basah kan!” Ngambek Agni. Ia lalu naik dengan muka ditekuk. Ia menggigil kedinginan.

“Yah, maafin gue, Ag.” Cakka merasa bersalah lalu duduk didekat Agni. Agni melirik Cakka yang mukanya sangat melas seperti anak kucing minta dibuang.

1

2

Krik

Krik

Byuuurrrr!!!

Agni mendorong Cakka hingga jatuh ke kolam renang.

“hahahaha. Salah sendiri ngerjain gue.” Agni tertawa lepas melihat Cakka basah kuyup tenggelam dikolam.

“Awas lo, Aagggg..” Teriak Cakka geram lalu naik dan mengejar Agni. Agni yang dikejar pun lari dan tak sengaja kakinya tersandung dan Agni terjerembab dilantai. Cakka yang tak bisa mengontrol larinya pun….

“AWWAAASSS..” teriak Agni dan..

GUBRAAAKKKK!

Cakka jatuh tepat diatas tubuh Agni. Cukup lama mereka berposisi seperti itu. Entah setan apa yang merasuki mereka berdua.lama-lama Cakka mendekatkan wajahnya ke wajah Agni semakin lama semakin dekat dan jarak diantara mereka telah terhapuskan. Cakka melumat bibir mungil tipis Agni pelan. Agni hanya bisa pasrah dan merasakan hembusan nafas mereka beradu. Selang beberapa menit mereka beradegan itu dan Cakka melepaskan ciumannya.

“Sorry, Ag. Gue beneran gak sengaja. Tiba-tiba aja gue bisa ngelakuin itu.” Cakka merasa gugup, salting dan merasa bersalah. Ia membantu Agni berdiri.

‘First kiss aku sama Cakka?’ Batin Agni tak percaya. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya. Cakka lalu menarik Agni untuk duduk dipinggir kolam.

“Ag. Gue beneran gak sengaja. Lo mau kan maafin gue?” Sesal Cakka. Agni tersenyum kearah Cakka.

“Gakpapa kok.” Gumam Agni. Cakka mendongak, mukanya terlihat senang. “Makasih, Ag.” Cakka melihat Agni yang memeluk kedua tubuhnya dengan tangannya. Ia merasa kedinginan. Bunda dan Ayahnya pun masih lama untuk pulang. Ia menggigil sekali.

“Ag. Lo kedinginan?” Tanya Cakka lembut. Agni menatap Cakka dengan tubuh bergetar kedinginan.

“Iya..kk..a” Gemetar Agni. Tiba-tiba Cakka langsung menariknya kedalam pelukan Cakka. Agni merasakan sebuah kehangatan didapatkannya dari Cakka. Berbeda dengan mantan-mantannya sebelumnya. Ia sangat merasakan kehangatan malam ini bersama…..Cakka.

*****

@SMA GLOBAL STAR INTERNASIONAL SCHOOL

                        Cakka bermaksud untuk datang lebih pagi ke sekolah hanya ingin menemui Agni. Yang mungkin akan menjadi calon istrinya kelak. Rasa bencinya yang ada saat pertama kali bertemu Agni kini terhapus dengan sendirinya saat kejadian malam itu. Malah, ia kini memiliki rasa berbeda dengan Agni.

“Hey,” Panggil Cakka yang dimaksudkan untuk Sivia. Sivia mendongak dan mendapati Cakka berdiri didepan pintu kelasnya.

“Aku kak?” Tanya Sivia sambil menunjuk dirinya sendiri dengan muka bingung. Ify yang berada disebelahnya pun juga heran plus bingung.

“Iya.” Cakka lalu menghampiri mereka berdua. “Agni mana? Kok gak kelihatan?” Tanya Cakka to the point. Sivia dan Ify melongo ‘tumben kak Cakka nyariin Agni.’ Pikir keduanya.

“Hmm. Gak tau kak. Agni gak ada ngabarin kami berdua.” Kata Ify.

“Hmm. Yasudah. Thanks ya,” Cakka lalu meninggalkan Ify dan Sivia dengan raut wajah kecewa.

“Vii.. tumben kak Cakka nyariin, Agni.” Bisik Ify. Sivia mengangguk. “Iya, aneh ya?” Balas Sivia. Mereka lalu melanjutkan acara belajar bersama mereka yang tertunda.

**

“Argghhh! Agni kemana sih?” Cakka mengacak-ngacak rambutnya sendiri karena kesal yang tak tahu keberadaan Agni kini dimana. Ia menggebrak mejanya sendiri yang diikuti tatapan bingung dari Alvin dan Rio. Ia duduk kasar dikursinya.

“Wetts, bro. Lo kenapa? Tiba-tiba nyariin, Agni?” Tanya Rio lalu duduk diatas meja Cakka yang diiringi oleh Alvin. Namun, Alvin duduk didepannya.

“Gue dijodohin sama dia.” Ujar Cakka. Rio dan Alvin tersentak kaget. Hampir saja ia jatuh dari tempatnya masing-masing. Jantungnya serasa mau copot. Mata mereka hampir keluar. #lebayamatyak =,=”

“Hah? Gimana bisa? Wah,” Kata Alvin dengan tatapan tak percaya yang juga diiringi oleh Rio. Cakka mendelik kesal.

“Ya mau gimana lagi. Orang tua gue udah nyetujuin. Apalagi yang ngotot banget itu mama. Gue gak bisa ngapa-ngapain,” Serah Cakka. “Tapi gue udah mulai cinta sama dia.” Lanjut Cakka yang berhasil membuat Rio dan Alvin terjengkang  jatuh.

“Masaa Iyaaa? Lo kan musuhaan sama diaaa?” Teriak Alvin lebay dengan histeris. Tak lama kemudian Rio memasukkan segumpal kertas ke mulut Alvin.

“Apasih lo, Io. Sadis amat!” Sungut Alvin lalu membuang kertas itu dari mulutnya.

“Rasa musuh itu begitu aja hilang dari diri gue. Gue juga gak tau gimana bisa gitu,”Jelas Cakka. Alvin dan Rio Cuma manggut-manggut tanda mengerti.

“Gue dukung usaha lo, Bro. Gue dukung semua yang menurut lo baik.” Ucap Alvin dan diangguki oleh Rio.

“Thanks, kalian emang sepupu dan sahabat gue yang terbaik.” Cakka tersenyum. Alvin dan Rio merangkul Cakka dengan rasa turut gembira.

Drtt.. Drrrtt..
Tiba-tiba hp Cakka bergetar. Pertanda sebuah telepon masuk di handphonenya. Cakka dengan sigap memencet tombol berwarna hijau untuk mengangkat telepon tersebut.

“Hallo tante. Kenapa, tan?” Jawab Cakka saat menerima telepon itu. Alvin dan Rio berpandangan heran.

“Apa? Baik tante. Cakka segera kesana!” Cakka lalu mematikan handphonenya dan segera berlari meninggalkan kelas. Rio dan Alvin juga mengikuti Cakka.

*****