Senin, 26 September 2011

Aku dan Bintang (Part4)


*****

Drtt.. Drrrtt..
Tiba-tiba hp Cakka bergetar. Pertanda sebuah telepon masuk di handphonenya. Cakka dengan sigap memencet tombol berwarna hijau untuk mengangkat telepon tersebut.

“Hallo tante. Kenapa, tan?” Jawab Cakka saat menerima telepon itu. Alvin dan Rio berpandangan heran.

“Apa? Baik tante. Cakka segera kesana!” Cakka lalu mematikan handphonenya dan segera berlari meninggalkan kelas. Rio dan Alvin juga mengikuti Cakka.

@Rumah Sakit

                      Cakka, Alvin dan Rio dengan tergesa-gesa menelusuri lorong demi lorong rumah sakit dengan perasaan khawatir. Apalagi dengan Cakka. Hatinya bagai tersayat saat mendengar pujaan hatinya ‘kecelakaan’. Yah, Agni kecelakaan saat ingin beranjak ke sekolah dengan sepeda motor.

Ia kini memasuki ruangan yang bernuansa serba putih dirumah sakit itu. Dilihatnya seorang cewek sedang terbaring lemah diatas tempat tidur dirumah sakit dengan bermacam kabel berwarna melekat ditubuhnya. Ia kini terbaring lemas dengan mata tertutup sendu.

Cakka lalu keluar dari ruangan itu dengan perasaan hancur. Tak bisa dipungkiri ia sangat terpukul dengan apa yang terjadi dengan Agni saat ini. Cakka tersandar dipintu ruangan kamar Agni.

“Cakka,” Panggil seseorang dengan suara sedikit bergetar. “Kamu yang sabar, ya.” Lanjutnya. Cakka mendongak dan mendapati Bundanya Agni berdiri dengan wajah sembab akibat menangis terus-terusan.

“Tante.” Lirih Cakka pelan. Ia beranjak lalu duduk dikursi penunggu rumah sakit yang berada didepan kamar Agni. Alvin dan Rio Cuma bisa melihat Cakka dengan perasaan sedih. Mereka sangat bisa merasakan bagaimana sakitnya Cakka saat ini.

“Kka sabar. Gue tau Agni pasti kuat ngadepin semuanya! Sekarang lo mending berdo’a buat dia.” Kata Rio lalu duduk disebelah Cakka. Ia ingin menenangkan sepupunya ini.

“Tante.. Tante, mana Agni?” Tanya seorang cewek yang baru saja datang dengan cewek lainnya, siapa lagi kalau bukan Sivia dan Ify. Mereka sangat khawatir dan hampir saja menangis.

“Agni didalam.” Jawab Bunda Agni masih diiringi isakannya. Tanpa basa-basi lagi Sivia dan Ify langsung masuk ke dalam ruangan yang dimaksud. Betapa terpukulnya mereka saat melihat Agni berbaring tak berdaya diatas kasur yang berwarna serba putih itu.

“Agni? Itu Agni? Bilang Fy itu bukan Agni.” Sivia shock dengan apa yang dilihatnya. Urat-uratnya kini serasa menghilang dari tubuhnya. Hingga dia sampai tak bisa berdiri lagi untuk menopang tubuhnya. Ify mengusap-ngusap pundak Sivia.

“Itu Agni, Siv. Sekarang kita keluar saja ya?” Pinta Ify lalu mengajak Sivia untuk keluar dari ruangan itu. Sivia mengangguk lemah.

*****
                Sudah 4 hari Agni terbaring lemah dirumah sakit. Ia sampai sekarang masih belum sadar. Pendarahan di otaknya yang cukup mengeluarkan banyak darah sangat membuatnya lemah hingga membuat Agni koma untuk beberapa hari.

Cakka dengan langkah sedikit gontai memasuki ruangan Agni yang serba putih. Ia lalu meletakkan sebuket bunga mawar putih yang masih segar diatas meja yang berada disamping tempat tidur Agni. Cakka lalu duduk ditepian ranjang dan menatap Agni dengan seulas senyum diwajahnya.

“Cepat sembuh ya, Ag. Aku tau pasti kamu kuat. Oiya, Ag. Maafin aku ya waktu itu udah ngejek sama musuhin kamu. Aku malah kena karmanya nih, ya karma ku yang sedang dijalanin sekarang adalah bisa jatuh cinta dengan gadis semanis kamu. Hhe, kamu walaupun tidur tetep manis ya, Ag? Aku baru sadar loh.. Hmm. Kapan kamu mau buka mata buat aku, Ag? Kalau kamu buka mata pasti aku akan seneng banget. Dan aku niatnya mau nembak kamu jadi pacar aku saat kamu buka mata. Gapapa kan, Ag? Sejak kejadian malam itu aku ke inget wajah kamu yang manis terus. Gak bisa dilupain deh pokoknya..” Cerita Cakka dengan antusiasnya walaupun ia tau yang sedang ia ajak bicara ini entah bisa mendengar suaranya atau tidak. Ia lalu melirik jam yang melingkar ditangannya, “Aku pergi dulu ya, Ag.  Sampai nanti, baby!” Cakka lalu mengecup kening Agni lembut dan beranjak dari sana. Agni yang ‘samar-samar’mendengar suara Cakka yang begitu tulus pun Cuma bisa menitikkan air mata walaupun matanya masih terpejam.

*****

“Alvin. Gue rasa sekolah diliburin aja dulu satu minggu. Gak tenang gue harus sekolah. Di sekolah gue keinget Agni terus!” Cakka berbaring menatap langit-langit kamarnya yang bernuansa cokelat kehitaman itu dengan lampu berwarna putih dengan cerah menyala. Alvin yang tengah memainkan Bbnya pun menghentikan aktifitasnya sebentar, ia sedang BBM-an dengan siapa lagi kalo bukan Sivia.

“Bisa diatur!” Balas Alvin enteng lalu melanjutkan acaranya sendiri. Cakka beranjak dan lalu duduk disamping Alvin.

“Kok gue bisa cinta sama Agni ya, Vin?” Tanya Cakka polos. Alvin menatapnya heran.

“Kemakan karma tuh.” Lagi-lagi Alvin hanya bisa membalas pertanyaan Cakka dengan singkat. Yang ada Cakka malah gedeg jadinya!

“Kalo gue jadian sama dia. Lo setuju gak?” Tanya Cakka lagi. Alvin menanggapinya dengan mengangguk.

‘Plookk’

Cakka melemparkan bolpoin yang sedari tadi berada ditangannya ke kepala Alvin. Alvin hanya bisa meringis kesakitan.

“Nyesel gue punya sepupu kayak es batu!” Umpat Cakka lalu berbaring memeluk gulingnya. Alvin Cuma menatapnya dingin dan melanjutkan acaranya sendiri.

*****

               Dua sejoli yang sedang dimabuk asmara masing-masing ini kini tengah menikmati malam dengan berdua. Walaupun tak ada jalinan kasih antara mereka. Hanya mempunyai sekedar rasa suka yang dimiliki oleh masing-masing hati pemiliknya.

“Fy. Gue mau ngomong sesuatu sama lo,” Katanya memecah keheningan malam. Ify menoleh dengan wajah tersenyum namun matanya terlihat agak sedikit sembab. Mungkin terlalu lama menangisi keadaan sahabatnya itu.

“Mau ngomong apa?” Tanya Ify dengan suara agak sedikit serak.

“Hmm.. Gue tau, ini mungkin bukan waktu yang tepat gue ngebilang ini sama lo. Dan gue juga baru kenal sama lo beberapa hari ini. Namun gue gak bisa ngebohongin rasa gue sendiri. Jujur, gue suka sama lo sejak pertama kali kita ketemu di Mall, ditoko gue.” Ucapnya dengan bersungguh-sungguh. Ify tersenyum menanggapi ulah dan tingkah lelaki didepannya ini. Laki-laki ini lalu berlutut dihadapan Ify dan memegang kedua tangan Ify dengan lembut. Ify agak sedikit kaget melihat tingkah lelaki ini.

“Fy. Would yo want to be my girlfriend?” Tembaknya dengan pancaran mata bagai sang rembulan yang mampu menusuk ke dalam raga manusia. Ia sangat bersungguh-sungguh dengan bola mata dipenuhi rasa ketulusan.

“Io, aku harap. Kamu bisa memberi aku waktu untuk beberapa hari menjawab pertanyaan kamu. Aku gak bisa ngasih jawaban sekarang. Kamu ngerti kan keadaan untuk sekarang ini tidak memungkinkan? Masa aku harus tega bahagia diatas penderitaan Agni yang kini tengah terbaring lemah didalam ruangan yang serba putih?” Ucap Ify. Ia lalu menarik Rio untuk duduk kembali disampingnya. “Aku akan menjawab pertanyaan kamu setelah Agni sadar dari komanya. Kalau kamu memang cinta sama aku dengan tulus. Aku yakin, kamu akan tahan menungguku.” Ify lalu beranjak dari sana dan meninggalkan Rio yang tengah duduk mematung mendengarkan dan mencerna omongan Ify.

“Gue akan tunggu lo, Fy.” Tekad Rio.

*****

1 minggu kemudian..

Ify dan Sivia kini berencana untuk menginap dirumah sakit menemani sahabatnya.

“Agni. Bangun dong. Aku bawain bubur kesukaan kamu nih. Enak loh,” Pamer Sivia berharap agar Agni membuka matanya dan memintanya untuk menyuapi bubur itu ke mulutnya. Air mata Sivia merambas lagi jatuh untuk kesekian kalinya. Ia sangat merasa sedih melihat keadaan Agni sekarang. Sahabatnya yang dulu bawel kini Cuma terkulai lemah diatas ranjang rumah sakit.

Ify sedang menuju rumahnya untuk mengambil baju dan barang-barang lainnya. Dan sekaligus untuk mengambilkan punya Sivia juga.

“Sivia..” Panggil Ify ketika dirinya sudah sampai dirumah sakit. Ia melihat Sivia tertidur di sofa. Mungkin, karena kecapean menangis terus. Ify lalu menaruh barang-barangnya ke samping sofa. Dan lalu duduk disamping tempat tidur Agni.

“Agni. Cakka sekarang berubah loh, dia sering kesini bawain kamu bunga dan bawain kamu boneka. Banyak banget tuh. Aku harap kamu malam ini bisa ngebuka mata kamu dan melihat semua barang-barang itu ya. Oke?” Ify memegang tangan Agni yang terasa hangat. Tak berapa lama pun ia tertidur pulas disamping Agni.

*****

Matahari menerobos masuk melalui celah-celah jendela dikamar rumah sakit itu. Dengan lembutnya angin membelai benda apa saja yang bisa disentuhnya. Gorden diruang itu menari kesana-kemari menikmati irama yang dirasakannya.

Perlahan-lahan mata Agni terbuka. Matahari serasa menerobos masuk ke sela-sela matanya untuk menyuruhnya bangun dari tidur nya beberapa hari ini yang membuat orang lain sangat khawatir. Sungguh keajaiban.

“I….fy…” Panggil Agni terbata dengan selang pernafasan masih menempel di hidungnya. Yang mempunyai nama pun merasa terpanggil dengan dibantu oleh gerakan tangan Agni yang sedikit demi sedikit bisa membangunkannya. Ify mengerjap-ngerjakan matanya. Siapa tau ini hanya mimpinya yang sangat berharap Agni membuka mata untuk sedikit saja.

“Agni?” Ucap Ify yang tak percaya melihat kejadian ini. Ia lalu mencubit lengannya sendiri dan berharap ini bukan mimpi. “Wadaww, sakit!” Ringis Ify lalu mengusap-ngusap tangannya yang dicubitnya. Ia tersenyum bahagia. Ia langsung bergegas keluar untuk memberitahu dokter atas kesadaran Agni.

“Dokteerrr.. Sustteeerrr.. Agnii sadaarrr..” Teriak Ify didepan pintu kamar ruangan Agni. Dengan secepat kilat Dokter dan Suster menuju ke ruangan Agni. Dengan senyum merekah, Ify mengikuti dokter. Dokter lalu memeriksa keadaan Agni, Ify jadi gemetar sendiri dibelakang dokter.

“Gimana, dok?” Tanya Ify langsung saat dokter telah selesai memeriksa Agni. Dokter tersenyum.

“Keadaan Agni sudah membaik dan bisa dipindahkan ke ruang inap sore ini.” Dokter lalu berlalu dan Ify segera menghampiri Agni.

“Aku kangen kamu Agni. Kamu udah lewat 1 minggu koma. Kasian tau Bunda dan Ayahmu yang nangis terus-terusan dan juga Cakka.” Ify menangis layaknya anak kecil. Ia lalu mengusap air matanya. Agni tersenyum tipis. Matanya lalu melihat ke arah sofa dimana seseorang tertidur dengan pulasnya bagai anak kecil. Otak jail Agni lalu berputar dan ia segera mengambil sesuatu benda diatas meja yang berada disamping tempat tidurnya. Sebuah tutup botol aqua. Agni lalu melempar botol itu ke arah Sivia.

“Hmmm..” Sivia lalu membuka kedua matanya yang masih merem melek. Ia mengusap-ngusap matanya demi memperjelas penglihatannya.

“Ifyy?”

“Agniii?” Sivia dengan cepat melompat dari atas sofa menuju tempat tidur Agni. Agni tersenyum melihat kelakuan Sivia.

“Agniii.. Aku kangen kamu!” Sivia lalu memeluk sahabatnya yang masih terbaring. Sivia lalu melepaskan pelukannya dan segera duduk disamping Ify. Matanya terlihat berkaca-kaca.

“Kok nangis? Hehe.. Sekarang kan aku sudah sadar. Jadi gak usah nangis lagi dong,” Hibur Agni sembari melihat ke arah meja yang dipenuhi boneka dan aneka buah. Ia mengerutkan keningnya.

“Itu dari siapa? Perasaan kalo Bunda sama Ayah gak mungkin mau beliin aku boneka. Sudah sejak kecil tuh,” Tutur Agni lalu mengambil sebuah boneka berwarna biru dengan bulu lebat. Boneka teddy bear. “Lucu.” Gumam nya.

“Itu dari Cakka, Ag. Dia rutin kesini. 4 hari loh dia bermalam disini buat jagain kamu.” Jelas Ify. Agni Cuma memandang Ify sebentar lalu mengalihkan pandangannya lagi ke arah boneka kecil itu.

“Cakka suka sama kamu kayaknya,” Celetuk Sivia yang berhasil membuat jitakan mendarat dikepalanya dari Ify.

“Jangan asal ngomong.” Sivia merengut.

“Aku gak asal ngomong. Emang bener kok.” Kukuh Sivia dengan muka cemberut. Ify mencubit kedua pipi Sivia keras.

“Udah, jangan berantem.” Lerai Agni. Ify-Sivia pun akhirnya diam. Tiba-tiba terdengar langkah menuju ruangan Agni. Ia sudah hafal dengan langkah kaki ini. Ini langkah kaki orang tuanya.

“Agnii.. Allhamdulilah. Kamu sudah sadar,” Haru Bunda Agni lalu memeluk Agni dengan rasa sayang dan rindu yang mendalam. Sudah sangat rindu dengan putrinya ini.

“Iya, Bun. Agni kangen sama Bunda Ayah dan Acha.” Agni melihat ke arah pintu juga berdiri sosok orang yang dirinduinya ‘mungkin’ dengan senyum tulusnya. Siapa lagi kalau bukan, Cakka.

“Kak.. Kakak lama banget tau koma. Acha kangen banget sama kakak. Acha juga rindu dengan hasil fhoto bintang jepretan kakak.” Celoteh Acha sambil memegang erat tangan Agni. Ayah dan Bundanya Cuma tersenyum melihat kelakuan putri bungsunya. Agni lalu melirik ke arah pintu.

“Mau jadi satpam disitu?” Sindir Agni pada Cakka. Cakka menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Lalu dengan langkah malu-malu ia mendekat kearah Agni dan lainnya.

*****

Tidak ada komentar: